Mohon tunggu...
Mochammad Syihabbudin M.Pd
Mochammad Syihabbudin M.Pd Mohon Tunggu... Guru - Founder: Ruang pendidikan

Menulis itu curhat paling total dalam sebuah perjalanan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Abtrak Itu Perlu dalam Kehidupan

6 Januari 2021   08:47 Diperbarui: 6 Januari 2021   08:51 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu dan yang membencimu tidak butuh itu, ( Ali Bin Abi Thalib)

Sebagai manusia yang sedang berproses mencari sebuah jati diri hidup, membuat diri ingin sekali dikenal orang banyak, sehingga apa yang membuat diri ini senang aku lakukan, banyak sekali hal salah ketika diri ini berproses mencari  sebuah jati diri dalam kegiatan apa pun , salah satunya menceritakan semua hal kepada semua orang, angan di dalam pikiran itu bagian dari solusi ternyata itu salah, karena orang yang menyukaimu tidak butuh itu dan orang yang membencimu juga tidak butuh itu, kadang memang sering aku temui di perjalanan ini bukan hanya musuh yang tidak suka melihat kita sukses bahkan kadang teman sendiri pun tidak suka kalau melihat kita lebih berhasil darinya,

Awalnya memang berjalan dengan biasa- biasa saja, kebiasaan membandingkan, bercerita dan berdiskusi dengan menceritakan semua strategi dalam kehidupan yang membuat kita semakin tidak fokus, banyak sekali di sekeliling kita yang membuat diri bukan malah tambah mengusai bidang tertentu malah tambah membuat pikiran kita tidak fokus untuk menggapai sesuatu hal sampai sesuatu itu menjadi sebuah penghasilan untuk kita di masa dewasa.

Kebodohan ketika kita berproses membuat diri ini semakin tidak jelas, bahkan banyak sekali lulusan sarjana di zaman sekarang yang masih menganggap kuliah adalah hal yang biasa- biasa saja, sampai mereka bilang di akhir perkuliahan " ahh apakah aku salah jurusan"  lantas pertanyaanku kepada mereka " apa yang mereka kerjakan selama empat tahun jadi sarjana? Lantas buat apa mereka kuliah? Sebuah dinamika kehidupan yang sudah salah kaprah bahkan permasalahan itu sangat kompleks beredar di masyarakat, salah satunya di pendidikan.

Suatu hal yang membuat aku bingung di dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah sekitar semua anak dituntut untuk mengusai semua mata pelajaran, ketika semua anak dituntut untuk pintar dalam suatu pelajaran untuk mendapatkan nilai yang bagus, lantas dalam segi psikologi anak yang katanya anak memiliki kecerdesan yang berbeda- beda, setiap anak di dunia ini pasti memiliki potensi, semua anak di dunia ini pasti mempunyai kelebihan masing -- masing dan semua anak di dunia ini sudah di anugerahi kelebihanya masing -- masing,

Terus buat apa konsep sekolah yang harus mencetak siswanya untuk selalu menguasai semua bidang padahal anak itu tidak suka, buat apa konsep pendidikan di Indonesia yang menjadi pedoman nilai adalah menguasaan pembelajaran, lantas apakah sistem pendidikan di Indonesia sudah membuat anak merdeka, banyak sekali pembrontakan ketika diri ini sekolah, yang dipaksa untuk suka matematika tapi hati tidak mengiginkanya, kejadian yang mengharuskan diri ini untuk suka pelajaran melukis tapi disekolah bukan acuan untuk lulus, diskriminasi terhadap diri ini semakin -- menjadi jadi ketika aku tahu nilai yang ada di raprt sangat jeblok ketika diri ini tidak menguasai pelajaran itu, sebuah dinamika pendidikan, kemerdekaan terhadap siswa untuk mengembangkan potensinya sejak dini sudah di batasi.

Sebuah proses yang tidak terlalu menarik untuk dikaji di dalam sistem pemerintahan tapi menjadi sebuah masalah yang besar untuk generasi penerus bangsa, bahkan orang tua pun berpikiran pikiran seperti itu malah dulu aku ketika tidak pintar matematika, karena memang dasarnya tidak suka, dan aku sukanya di bahasa Indonesia, lantas kenapa dulu orang tuaku memberi les kepadaku untuk private matematika, padahal aku sukanya bahasa Indonesia. Hari ini saya membayangkan tatkala dulu orang tuaku memberi private terhadapku bahasa Indonesia untuk pengembangan mungkin sekarang aku sudah pintar dalam literasi, mungkin hari ini setidaknya aku lebih mencintai menulis, dan mungkin saat ini aku lebih mencintai sastra sehingga kelebihan itu sudah aku jadikan beberapa buku untuk aku koleksi sebagai penghasilan.

Aku tidak menyalahkan siapa pun disini, bahkan aku sangat berterima kasih kepada semua guru, orang tua dan semuanya, tetapi kritikan sebagai bahan evaluasi pada pada suatu saat nanti yang lebih dibutuhkan dunia ini bukan nilai bagus, yang dibutuhkan dunia ini buka lulusan s1, s2 dan s3 melainkan dunia hari ini membutuhkan anak mudah yang punya karya, anak muda yang punya skiil, dan anak muda yang dapat beradaptasi di semua lingkungan.

Bahkan google sama Apple sudah menerapkan itu sebuah perusahaan terbesar didunia sudah tidak mencantumkan standart lulusan sebagai calon pelamar karyawanya, tetapi yang menjadi hal terpenting adalah projek, seberapa besar karya, seberapa besar pengaruhnya dan seberapa besar dia dapat berkreasi dibidangnya.

Aku memang tidak menyalahkan sepenuhnya masalah pendidikan bahkan sampai saat ini pun aku masih menempuh s2 di Surabaya, dan membuat diri ini bertanya- tanya apa kelebihan saya, memang pada saat ini hal yang paling efektif untuk memberantas pembodohan adalah pendidikan tetapi ketika pendidikan itu lebih dikemas untuk lebih memerdekakan siswanya akan kah akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang lebih baik.

Salah satu ketidak fokusan dalam pendidikan yang membuat diri ini semakin bingung dalam menentukan pilihan, akhirnya apa yang kita kerjakan menjadi separuh- separuh dan apa yang dikerjakan setengah- setengah itu akan sia- sia, kalau prinsipku sih " kalau bodoh bodoh sekalian tetapi kalau pindah gak usah nanggung sikat habis semuanya" sebuah prinsip yang aku tanamkan sejak dini untuk memberi motivasi terhadap diri untuk lebih berani dalam menjalani kehidupan.

Keputusan- keputusan salah itu kadang karena kita sering membanding- bandingkan dengan kehidupan orang lain, sering melihat Intagramnya orang lain dan sering hanya melihat hasil kesuksesan tapi jarang menghargai prosesnya, kebiasaan itu yang membuat diri ini tidak yakin dengan kelebihan yang kita dimiliki, membuat diri ini malu mengekpresikan kelebihan yang kita miliki dan membuat diri ini takut untuk membuat sebuah langkah awal untuk berkarya.

Bahkan aku pernah memberi sebuah eksperimen berhenti menggunakan sosial  media selama satu bulan dan hasilnya sangat luar biasa, yang akan di bahas di bab selanjutnya. Memang kehidupan ini harus menjadi abstrak jangan suka melihat hasil, jangan suka melihat orang didunia maya, dan jangan suka membanding- bandingkan kehidupan kita dengan siapa pun karena kita harus percaya ada kelebihan tersendiri yang ada di tubuh kita yang harus di kembangkan untuk suatu jalan menuju kesuksesan dan yang tau kelebihan itu dirimu sendiri. Suatu keharusan dalam proses ini untuk fokus dan terus berjalan, menjadikan momentum yang baik untuk bergerilnya dalam pencarian sebuah jati diri atau passion hidup sebelum kesuksesan yang akan menjawab semuanya kepada orang yang pernah meremehkan kita, kepada orang yang pernah membuat kita sakit hati dan kepada semua orang yang pernah menganggap kita tidak tau apa- apa. Tetap menjadi diri sendiri jangan pernah menjadi orang lain dalam berkreasi.

Tulisan : Mochammad Syihabbudin di b0b/ 29 Juni 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun