Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Logika Bodong PDIP

19 Februari 2016   09:16 Diperbarui: 19 Februari 2016   09:33 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai guru bahasa, saya selalu mengajarkan kata sesuai dengan makna yang dikandungnya.  Jika seorang anak sudah tahu makna yang dikandung dalam kata tersebut atau bisa juga makna yang tertera dalam kamus atau bisa juga disebut makna denotatif, maka saya mulai menganjakkan kakinya ke langkah-langkah berikutnya.  Langkah yang dimaksud adalah mengenalkan kepada anak bahwa sebuah kata juga memiliki makna tambahan atau makna konotatif.  Setelah selesai pembelajaran, diharapkan semua anak murid saya bisa memahami dua makna sebuah kata.

Sebuah kata bisa berlawanan makna dengan kata lain.  Hal seperti ini juga saya ajarkan, disebut antonim.  Selain atau setelah anak murid saya tahu tentang kesemaknaan atau kesamaan makna sebuah kata atau sering disebut sinonim.  Ah, masih banyak lagi dan tak mungkin semua materi saya taruh di sini.  Membosankan.

Kata yang berantonim pasti tidak bersinonim.  Makna kata jauh yang berlawanan atau berantonim dengan kata dekat sudah pasti tak sekaligus bersinonim.  Kata jauh jelas-jelas berbeda dengan kata dekat.  Kata dekat juga pasti berbeda jauh maknanya dnegan kata jauh.  Baik dengan jahat juga berantonim.  Maka, kata baik sudah pasti berbeda dengan makna jahat.  

Apa maksud judul tulisan ini?

Kata memperkuat dengan memperlemah merupakan kata yang berantonim.  Jadi, tak mungkin sesuatu yang memperlemah juga memperkuat atau sesuatu yang memperkuat sekaligus memperlemah.  Kalau revisi UU KPK dikatakan oleh PDIP sebagai upaya terbaik dalam memperkuat KPK, kenapa semua rakyat negeri ini mengatakan sebaliknya atau mengatakan revisi UU KPK telah memperlemah KPK?  Padahal seharusnya kata yang berantonim tak mungkin kawin makna atau bahkan kumpul kebo sekalipun.

Kalau sudah demikian, bukan rakyat negeri ini yang salah berpikir.  Logika rakyat negeri ini masih waras bahwa upaya revisi UU KPK memang untuk melemahkan KPK yang galak dqan semakin galak kepada para koruptor.  Ada upaya pembungkaman.  

Kenapa logika rakyat tak  yambung dengan PDIP?

Kenapa saya bilang PDIP, karena partai ini merupakan partai paling membingungkan sedunia.  Presiden negeri ini dulu didukung pencalonanannya oleh PDIP tapi hingga kini PDIP pula yang selalu hendak menundukkan presiden di bawah ketiaknya.  Logika yang mungkin hampir sama dengan logika memperkuat KPK melalu revisi UU yang sellau digaungkan hampir semua moncong PDIP.  Logika apa?

Logika Bodong!

Ya, inilah logika bodong PDIP.  Siapa pun akan bingung untuk memahaminya.  Kalau mereka belajar bahasa Indonesia sama saya, pasti akan saya kasih nilai paling tinggi 5.  Nilai kasihan doang!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun