Laki-laki itu tak mengeluarkan kata apa pun. Â Kemarahan yang begitu tebal membakar sorot matanya. Â Sorot mata itu benar benar dipenuhi sinar kebencian yang tak mungkin dipadamkan.
Laki itu berdiri terpaku.
Perempuan itu menangis di sampingnya. Â Meminta maaf dengan air mata yang terus mengalir. Â Tak ada suara apa pun dari perempuan itu. Â Tangan perempuan itu memegang lengan laki-laki yang sorot matanya lurus ke depan.
"Tak perlu ada cerita lagi," kata laki-laki itu dalam hati.
Perempuan itu jelas tak mendengarnya. Â Karena laki-laki itu memang sudah kehabisan kata-kata.
Angin bertiup kencang. Â Beberapa daun terlepas dari dahan. Â Meliuk-liuk terjerembab pada liukan terakhir. Â Dan laki-laki itu masih mematung. Â Dengan lengan yang juga masih diopegang erat oleh perempuan yang masih menangis.
Beberapa kali petir memakakan telinga. Â Lalu, senyap tiba-tiba.
Laki-laki itu ingin melangkah. Â Tapi juga tak ingin melangkah. Â Ada pilihan yang belum tuntas. Â Laki-laki itu bimbang. Â Menyelesaikan segala urusan atau meninggalkan segalanya tanpa peduli. Â
Laki-laki itu masih belum bicara. Â Dan perempuan di sampingnya masih belum menuntaskan air matanya.
"Kita harus tuntaskan!" kata laki-laki itu dalam hati.
"Kita tinggalkan saja semua!" kata hati lainnya.