[caption id="attachment_106874" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Bangsa Indonesia memang paling jago kritik. Tidak percaya? Coba saja Anda melalukan sesuatu, pasti langsung ada kritikan deh. Di rumah, di masyarakat, apalagi di tempat kerja. Kerjaan belum selesai, kritik sudah bertubi-tubi. Apalagi kalau bicara pemerintah. Kasihan banget mereka. Melakukan ini salah, melakukan itu salah, tak melakukan apa-apa juga salah banget.
Kebiasaan mengkritik ini juga melanda para penulis pemula. Maksudnya? Banyak penulis pemula yang gagal menjadi penulis karena kebiasaan mengkritik hariannya menjadi kebiasaan mengedit tulisan bahkan sebelum tulisan jadi. Tulisan masih berbentuk ispirasi pun terkadang sudah diedit, beginilah, begitulah. Sampai akhirnya, inspirasi itu mati sebelum jadi.
Maka dari itu, perlulah kalian ketahui wahai penulis pemula, buanglah jauh-jauh kebiasaan mengedit tulisan sampai tulisan itu jadi. Saat sedang memiliki suasana enak menulis, menulislah! Saat mendapat ispirasi, jangan tunggu-tunggu, langsung tinggalkan pekerjaan apa pun dan buka komputer. Tulis! Tulis! Dan tulis!  Sampai apa yang ada di kepala habis, bis! Tuntas, tas!
Seandainya baru dapat inspirasi untuk menulis dan kalian menimbang-nimbangnya, saya yakin kin seratus persen Anda akan gagal menjadi seorang penulis. Maka ispirasi biarkan mengalir, mengalir, dan mengalir. Liar? Jangan takut! Biarkan ispirasi liar itu menjelajah dalam otak kita. Jangan bendung. Malah harus segera, segera, dan segera lampiaskan dalm komputer atau kertas. Habiskan! Tuntaskan!
Kalau sedang menulis, jangan tengok kiri kanan. Jangan lakukan apa pun kecuali menulis hingga abis apa yang menari-nari atau meloncat-loncat dalam otak. Jangan biasakan untuk mengedit tulisan yang baru berupa judul. Kegagalan pasti yang Anda peroleh kalau Anda edit. Teruskan ke baris pertama, teruskan ke baris kedua, teruskan ke baris ketiga, teruskan baris ke empat!  Belum habis? Teruskan! Tuntaskan!
Sudah satu paragraf? Jangan bangga! Teruskan! Sudah dua paragraf? Sudah satu halaman? Jangan pongah! Teruskan! Lampiaskan! Terus tulis! Terus, teruuuuus, dan teruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuus!!!!! Jangan edit! Jangan edit! Jangan edit!!! Sekali Anda mengedit, maka Anda akan kehilangan momentum untuk menulis segala, semua yang ada di otak kita. Tak mau kan? Maka terus tulis! Jangan peduliakan apa pun. Saat pacar menelepon pun, lupakan! Biarkan! Kalau dia memecat Kamu jadi pacarnya, toh masih banyak orang lain yang siap menjadi pacarmu. Apalagi kalau kamu sudah menjadi penulis besar. Maka lupakanlah pacar!!! Terus menulis, teruuuu!!
Selesai sepuluh halaman?
Biarkan dulu tulisan itu. Jangan langsung mengedit. Biarkan otak Anda istirahat dulu. Satu atau dua hari, barulah Anda edit. Dengan suasana otak yang cemerlang. Editan akan menambah banyak kemungkinan dalam tulisan. Mengedit itu untuk meningkatkan mutu tulisan, bukan untuk mengadilinya. Maka editlah dengan hati riang, pikiran terbuka.
Pasti tulisan Anda akan menjadi bagus. Banyak dibaca orang. Jangan takut dikomentari. Jangan takut dikritik setajam apa pun. Dan jangan takut kalau tulisan Anda mendapat hadiah dari telkomsel karena telah Anda ikutan dalam lomba di Kompasiana. Tapi Anda harus siap menjadi juara dua. Karena juara satu sudah menjadi milikku. Salam Kompasiana!!!
Sekali lagi, pesanku, jangan betah jadi pengritik dan jangan bangga menjadi pengedit. Kalau Anda ingin jadi penulis bagus. Seperti saya. Narsis, deh!!!