Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Bubarkan FPI

8 Oktober 2014   17:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:54 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita mempunyai kebebasan untuk berorganisasi.  Bernama apa pun organisasi itu.  Barhaluan apa pun organisasi itu.  Boleh Islam Fudamental.  Boleh Komunis.  Boleh liberal.  Boleh sektoral.  Dari agama hingga cuma sekadar penggemar balap karung.

Semua manusia berpotensi untuk menyalahgunakan banyak hal.  Orang yang punya kekuasaan seperti Akil, Andi Malarangeng, Anas Urbaningrum, Lutfi Hasan Ishak, polisi, jaksa, hakim, juga pegawai negeri rendahan yang hanya bertugas sebagai tukang ketik berpeluang untuk menyalahgunakan kekuasaan yang dipegangnya.

Negara harus berpegang pada perlindungan terhadap warga negaranya.  Dia berpaham apa atau berorganisasi di mana dengan nama dan dasar apa.

Yang harus dilakukan negara adalah menghukum siapa pun yang berbuat salah atau menyalahgunakan apa pun yang ada dalam genggamananya.  Tapi negara tetap tak boleh membubarkan organisasinya.

FPI tak perlu dibubarkan.  Orang-orang FPI yang telah berbuat salah yang harus ditangkap dan diadili.  Seperti warga yang lain, yang pernah melakukan kesalahan atau pelanggaran terhadap aturan yang ada.  Tak ada tebang pilih.  Negara, dalam konteks ini harus mengatasi segala hal.

Persoalan kenapa sebuah organisasi sering mengulang hal yang sama, misalnya, melakukan pelanggaran, bukan berarti organisasi itu yang salah.  Pengulangan-pengulangan pelanggaran lebih mencerminkan pada kelemahan para penegak hukum dalam menegakkan hukum itu sendiri.  Sama hal seorang koruptor yang ditangkap satu orang dan kemudian tumbuh berkembang koruptor lainnya, hingga KPK sendiri kewalahan.  Kenapa?  Karena penegak hukum di negeri ini terlalu bersahabat dengan mereka.  Ada yang menuntut ringan, ada menghukum ringan, bahkan ada yang meringankan hukuman dengan aneka remisi.

Jika hukum ditegakkan setegak-tegaknya, maka tak ada organisasi apa pun yang bisa narkhis sebagaimana tak akan ada koruptor muncul.  Kenapa, karena mereka takut pada ancaman hukumannya yang begitu berat dan akan menderitakan diri dan keluarganya.

Jadi, tak usah berteriak-teriak tentang pembubaran FPI hanya karena ada anarkhisme yang dilakukannya.  Kalau negera ini belum ditegakkan dengan hukum yang setegak-tegaknya, akan muncul organisasi serupa.  Tapi, jangan Anda bayangkan akan muncul organisasi sejenis jika ancaman hukuman betul-betul diterapkan pada setiap warga negara yang telah melakukan pelanggaran.

Mari kita hormati sebuah organisasi, apa pun bentuk dan ideologinya, di satu sisi.  Mari tegakkan hukum pada setiap individu yang telah melanggar aturan, dari mana pun dia berasal, di sisi yang lain.  Maka negeri ini akan menjadi negeri yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun