Tapi itulah yang terjadi. Â Terutama setelah ada dua orang kota yang datang ke kampungnya dan menemui Lurah Warmun di rumahnya. Â Pertemuan itu hanya antara mereka bertiga. Â Sekretaris desa yang ingin menemani Lurah Warmun saja diusir oleh dua orang tamunya yang sepertinya orang penting itu.
Dan mendadak nama Lurah Warmun muncul sebagai calon bupati independen yang lolos verifikasi faktual. Â Artinya, jumlah pendudkung minimalnya sudah terpenuhi.
Kami sebagai warganya memang sempat heran. Â Tapi, setelah kedatangan du aorang dari kota itu, kemudian sering datang orang dari kota. Â Badan mereka bersih dan mereka juga tegap-tegap. Â Jelas bukan warga kampung kami yang sering hanya makan dua kali sehrai. Itupun jika ada yang dimakan. Â Karena kadang tak ada yang dimakan untuk yang kedua kalinya setelah pagi hanya makan rebusan singkong.
Ketika kemudian muncul orang yang pakaiannnya agak amburadul dan mengaku wartawan, warga kampung tak ada yang berani menjawab setiap pertanyaannya. Â Takut. Â Parno, seorang pemuda kampung yang berani menjawab pertanyaan wartawan saja langsung hilang selama 2 hari. Â Pulangnya sudah seperti orang linglung. Â Tak tahu sama sekali apa yang telah terjadi pada dirinya.
Kampung kami menjadi begitu mencekam. Â Padahal, seharusnya kami semua senang karena ada salah satu warga kami yang akan berkiprah di kancah kabupaten. Â Tapi ketakutan yang ada di balik semua peristiwa itu lebih mencengkeram kebahagian yangbaru mulai akan tumbuh.
"Lurah Warmun sekarang sering dipanggil ke posko pemenangan. Â Di kota."
Berita itu menjadi biasa. Â Karena Lurah Warmun ke kota dengan mobil bagus yang sudah disediakan oleh tim pemenangannya. Â Dan warga kampung memahaminya dengan caranya sendiri.
Dan pagi ini, berita tentang kematian Lurah Warmun jelas mengagetkan warga kampung. Â Karena pemilihan bupati memang sudah selesai. Dan Lurah Warmun yang hanya dijadikan topeng oleh entah siapa juga sudah menerima kekalahannya.
Hanya saja, dalam beberapa hari ini, orang kota masih bolak balik menemui Lurah Warmun di rumahnya. Â Pertemuannya selalu sendiri, tak boleh ditemani siapa pun. Â
"Mereka mencurigai jika Lurah Warmun akan membocorkan rahsia mereka selama ini. Â Sehingga mendesak Lurah warmun untuk pergi ke mana saja, asal tidak lagi berada di kampungnya untuk sementara waktu. Â Tapi Lurah warmun menolak gagasan itu. Â Dan Lurah warmun dianggap mbalelo. Â Mereka semakin marah karena merasa rahasianya belum benar-benar aman." Â
itu berita yang sempat beredar di antara orang kampung. Â Tak bisa dikonfirmasi apakah berita itu benar atau salah, karena Lurah warmun sudah tak bisa ditanya.