Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Pensil Darinya di Perpustakaan Sekolah

5 Januari 2024   06:15 Diperbarui: 5 Januari 2024   06:37 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kaku pasti pernah mengalami atau paling tidak mendengar  cerita cerita horor di sekolah.  Aku juga mengalaminya.  Di perpustakaan sekolah. 

Kamu pasti tahu, biasanya perpustakaan sekolah ada di mana, walaupun tak pernah masuk ke dalamnya kecuali buat ngadem.  Biasanya perpustakaan sekolah diletakkan di tempat paling pojok. 

Sebetulnya baik juga menempatkan perpustakaan sekolah di daerah pojokan.  Karena  daerah itu pasti tak pernah bising.  Enak untuk mengeja setiap kata yang tertera pada buku. 

Gak enaknya,  perpustakaan menjadi berkesan horor.  Seperti cerita yang kualamis sendiri.

Begini ceritanya. 

Aku ini manusia introvert sehingga lebih senang ke perpustakaan daripada ke lapangan basket.  Sehingga  Bu Clara pun kenal banget sama aku.

Waktu aku bilang, pinjem perpustakaan untuk menyelesaikan tugas bahasa Indonesia,  Bu Clara meminjami kunci perpustakaan karena dia harus pulang tepat waktu. Aku bukan mengerjakan tugas,  tapi malas pulang karena  beberapa hari ini ayah lebih sering marah marah. 

"Besok,  langsung kasih ke saya ya," kata Bu Clara pamit pulang. 

Bulan Januari kan memang biasa hujan. Dan sore itu, Jakarta juga hujan.  Setelah mendung begitu tebal menggelar dan petir saling berteriak ingin terdengar paling keras. 

"Iya, Bu. "

Aku iseng menulis cerita di buku harian.  Ketika pulpen yang kupakai menulis jatuh,  aku cari muter muter tak ketemu juga. 

Saat aku sedang mencoba meneruskan cerita,  seseorang menyodorkan pencil kepadaku.  Kebetulan sekali. 

"Terima kasih."

Entah kenapa,  sore itu imajinasiku berjalan lancar.  Sampai akhirnya lupa waktu. Dan baru sadar ketika terdengar  azan magrib.

Aku bergegas pulang.

Saat itulah aku baru sadar kalau dari tadi hanya sendirian di perpustakaan.  Terus, siapa yang tadi meminjami pensil?

Bertahun tahun pensil itu selalu kupegang.  Terutama pada saat mampet imajinasi. Dan selalu menjadi lancar saat memegang pensil itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun