Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sulitnya Mendorong Guru Menjadi Guru Penggerak

13 November 2023   04:55 Diperbarui: 13 November 2023   05:03 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya yang dilakukan oleh Mas Menteri Nadim Makarim agar kualitas pendidikan meningkat adalah mengeluarkan program guru penggerak.  Guru harus tergerak, bergerak,  dan menggerakkan. 

Ibarat sebuah kereta,  dunia pendidikan belum bergerak optimal karena kekurangan  lokomotif. Oleh karena itu, untuk menciptakan pergerakan yang lebih optimal,  perlu diciptakan lokomotif-lokomotif yang siap menggerakkan gerbong gerbong pendidikan. 

Walaupun belum terasa pergerakan nya secara nasional,  akan tetapi pergerakan peningkatan kualitas pendidikan yang disebabkan oleh para guru penggerak sudah mulai berjalan.  Mungkin hal seperti ini disebabkan oleh jumlah guru penggerak yang belum ideal. 

Ada sekolah yang memiliki lebih dari satu guru penggerak, sehingga  perubahan ke arah idealisme pendidikan semakin cepat.  Akan tetapi,  di sisi lain, ada juga sekolah yang belum memiliki guru penggerak. 

Banyak penyebab  beberapa sekolah belum memiliki guru penggerak.  Diantaranya karena persyaratan  harus di bawah usia 50 tahun. Banyak guru yang memiliki potensi menjadi guru penggerak tetapi harus merelakan nasibnya sudah terlalu tua untuk mengikuti kegiatan ini. 

Pembatasan usia ini sering dianggap sebagai perilaku diskriminasi oleh Kemendikbudristik di kala Kemendikbudristik sedang melawan sikap diskriminasi di dunia pendidikan.  Seakan menjadi sebuah persyaratan yang terlalu dipaksakan. 

Penyebab lainnya,  karena  masa depan guru penggerak sendiri yang belum pasti.  Program sertifikasi guru yang notabene ada dalam sebuah undang undang saja, masih diutak atik untuk ditiadakan.  Apalagi program yang levelnya ada di bawahnya. 

Banyak guru yang merasa bahwa program guru penggerak akan menghilang lenyap ditelan bumi pada saat pergantian kabinet di tahun depan. Untuk apa capek capek untuk sesuatu yang masa depannya belum jelas?

Akhirnya,  minat untuk menjadi guru penggerak pun tinggal sisa sisa.  Sulit mendorong guru jika minat memang tidak besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun