Jangan berharap ada bulan yang menemanimu setiap malam. Kau pasti akan menemui malam yang sepi. Â Tanpa bayangan di air danau itu.
Lalu kamu tetap saja merasa yakin. Keyakinan lah yang  akan mencipta kenyataan.  Kamu berdalih kejadian waktu itu.
Ketika malam begitu larut. Saat semua orang sudah terlelap. Â Kamu masih membaca pertanda bahwa ia akan pulang malam itu. Kamu bilang pasti.
Semua orang tersenyum. Sambil melempar dugaan tentang otakmu yang kian memanjang. Terpenuhi bayang bayang.
Tapi kamu tetap saja kamu. Yang selalu menganggap kenyataan sebagai langkah lanjutan dari keyakinan yang tak mudah dipatahkan.
Kali ini kamu juga seyakin sebagaimana kamu yakin waktu itu.
"Iya. Pasti."
Dan orang-orang mengalah pada prasangka sendiri.Â
"Biarkan saja. Nanti juga akan paham sendiri. "
Kamu membayangkan bulan akan muncul malam ini. Padahal, Â semua orang tahu, bukan hanya karena sekarang tanggal 1 akan tetapi sebentar lagi hujan. Â Mendung begitu tebal.
Setelah mengaji, kamu pelan pelan melangkah pergi.  Ke tepi danau itu. Rumput rumput yang sudah hampir setinggi badanmu kamu sibak dengan kedua tangan itu. Beberapa  bagian  kulitmu terasa perih karena luka.
Ada suara nyanyian pelan entah di mana orangnya. Â Mungkin jauh sehingga hanya terdengar rengengnya saja.
Tapi jelas itu sebuah nyanyian. Â Ada rindu yang begitu berat dalam setiap tarikan nafasnya.Â
"Murni?"
"Mungkin."
"Bukannya sudah  mati?"
"Iya."
"Kenapa masih terdengar menyanyi?"
Langkahnya semakin cepat. Mungkin kamu ingin segera sampai. Â Mungkin kamu ingin kembali menang. Ingin terbuktikan.Â
"Lurus?"
"Belok kanan. Terus lurus."
Suara perempuan yang  sedang kesakitan.  Kamu berhenti.  Mencoba menebak arah suara itu. Tapi angin yang cukup kencang mengacaukan suara itu. Seperti terdengar dari semua arah.
"Tak mungkin. "
"Mungkin juga. Kenapa tidak?"
"Tidak masuk akal."
"Bisa jadi akalnya yang terbatas."
Kamu sendiri kemudian ragu. Antara langkah ke depan atau balik kanan.
"Kamu kejam."
"Maksudmu?"
"Jangan berpura-pura tak mengerti. "
"Kamu mempertmainkanku."
"Kamu terlalu banyak berpikir."
Kamu pun menghentikan kerja otakmu. Â Sekarang waktunya untuk yakin bukan untuk berpikir.Â
Langit malam semakin pekat karena mendung yang hampir lepas. Kamu masih menunggu waktu hingga kamu bisa belok kanan dan lurus.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI