Setiap kali mengajarkan menulis kepada siswa, selalu saja muncul persoalan mendasar seperti mulai dari mana?
Orang tidak bisa menulis karena bingung memulainya. Terkadang seseorang hanya duduk bengong berjam jam, saat hendak menulis. Sampai pada hari berikutnya, Â juga mengulang kebengongan dalam memulai sebuah tulisan. Â Kalau sudah begitu, si calon penulis pun menghakimi dirinya sebagai orang yang tak becus menulis.
Maka, selalu saya katakan, Â tulisan bisa dimulai dari mana saja yang ingin kalian tulis. Ingin menulis tentang kereta cepat, Â tapi yang muncul di kepala, ongkos kereta yang mahal. Mulailah dari situ. Muncul, wajah saudara sepupu yang tinggal di Bandung, Â mulailah menulis dari wajah sepupu di Bandung.Â
Persoalan kedua, ketika menulis baru 1 kalimat kemudian dibaca. Terus muncul pemikiran, Â kok ada yang kurang? Atau terlalu lebay? Atau seharusnya tidak begini.Â
Muncullah pikiran, Â buang saja daripada memalukan. Â Dan calon tulisan bagus itu pu. Berakhir di tong sampah. Â Dan membersamainya lahir perasaan, Â memang gue gak bakat menulis.Â
Padahal, Â kalau kita cermati kejadian di atas, kesalahan sebenarnya adalah mencampur antara menulis dan mengedit tulisan. Â Para penulis pemula, Â biasanya tidak membedakan kedua kegiatan tersebut.Â
Ketika menulis, menulislah. Mengedit dilakukan setelah tulisan sudah jadi. Lebih baik lagi, jika pekerjaan mengedit dilakukan 1 atau 2 hari kemudian. Â Mengapa? Karena agar otak kita istirahat dulu. Mengedit bukan pekerjaan mudah yang bisa dilakukan sbil lalu. Mengedit harus dilakukan saat kondisi tenang. Apalagi sudah memiliki jarak tersendiri dari tulisan. Â Karena sudah 2 hari kita berpisah dengan tulisan kita sendiri.Â
Bagaimana sebaiknya  mengawali sebuah penulisan?
Karena menulis merupakan upaya menata pemikiran,  maka akan lebih baik jika penulis pemula menulis  tulisan dengan diawali kerangka dulu. Bikinlah kerangka tulisan agar kita tahu ke arah mana tulisan akan mengalir.
Apakah termasuk dalam menulis karya sastra?