Kita kadang lupa. Padahal dalam hidup kita, kita sudah dapat tuntunan yang begitu paripurna. Kita tinggal mengeja huruf -hurufnya, mencoba memahami, dan mulai melangkah bersamanya.
Kesibukan dalam sebelas bulan, diupayabalikkan pada satu bulan bernama Ramadan. Kita mesti meluruskan kembali langkah langkah kita. Masihkah menapaki jalan Tuhan, atau sudah dibelokkan oleh aneka jalan syaitan?
SMPN 52 Jakarta selalu mengadakan kegiatan Pesantren Kilat setiap Ramadan. Mungkin bisa menjadi rutinitas biasa, bisa juga menjadi sebuah refleksi penuh makna.
Upaya untuk menjadikan Pesantren Kilat bukan sekadar rutinitas sangat diperlukan agar siswa tidak bosan. Â Apalagi sekarang kita juga sedang menapaki jalan baru dalam Kurikulum Merdeka.
Pesantren Kilat dalam suasana pembelajaran Kurikulum Merdeka jelas berbeda. Ada upaya untuk mendekati setiap jiwa dengan memperhatikan keunikan masing-masing. Bukan sekadar mengisi ruang atau ember kosong. Proses pesantren Kilat juga menjadi ajang membangkitkan jiwa yang berjiwa.
Aktivitas tidak sama dengan pembelajaran di kelas. Â Aktivitas lebih variatif. Lebih menantang. Dan lebih membangun kesadaran keberagaman. Tentu saja keberagaman yang inklusif.
Kajian keagamaan kadang terperosok pada eksklusivitas. Â Mendorong peserta menjadi merasa benar sendiri, bahkan menyalahkan pihak lain yang berbeda. Ini yang harus dihindari.
Pembelajaran agama justru harus mampu mendorong setiap manusia semakin menghargai kemanusiaan. Baik kemanusiaan dirinya atau kemanusiaan "liyan".
Pesantren Kilat SMPN 52 Jakarta, insyaallah akan menjadi jalan untuk membentuk generasi muda yang mampu memahami agama secara inklusif untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin perlu penguatan jiwa. Jika generasi muda mampu menjalankan agamanya secara inklusif, semoga tak ada lagi persoalan perselisihan keyakinan.