Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Belajarlah dari Kekalahan

10 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 10 Januari 2023   07:38 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia kalah dari Vietnam dan tersingkir dari perebutan tiket final? Biasa saja. Namanya pertandingan, kan harus ada yang kalah dan ada yang menang. Tak mungkin kalah semua atau menang semua. 

Kita harus belajar dari kekalahan. Karena, dengan kekalahan tersebut kita memang disuruh merenung. Kenapa kalah? 

Hanya saja, ketika tahap merenungi kesalahan ini kemudian muncul kesalahan baru. Karena kita lebih sering dan lebih senang menyalahkan pihak lain. Misalnya saja, tentang wasit. 

Padahal, semua orang tahu, bahwa pada mulanya asal muasal kekalahan sebuah kelompok karena mereka tidak memiliki jiwa menang. Kok jiwa menang? 

Sepak bola Indonesia lebih banyak terdengar kalahnya daripada menangnya. Biasanya menang di tahap awal. Pada ujungnya kalah kalah juga. 

Seorang atau kelompok yang berjiwa pemenang akan selalu mengukur dirinya. Pertarungan paling sengit tentunya pertarungan untuk mengalahkan dirinya. Jika kemampuan mengalahkan dirinya muncul, maka jiwa pemenang sudah mulai bersemayam. 

Apakah setelah kekalahan di AFF ini kemudian kita mendengar pelatih maju bertanggungjawab dan menyatakan mundur? 

Apakah setelah kekalahan di AFF ini kemudian muncul pernyataan dari pssi bahwa selama kerja mereka tak becus? 

Tak mungkin. Kalau pun mungkin, kadang tampak seperti drama belaka. Dengan akhir yang mudah ditembaknya. 

Kekalahan itu memang menunjukkan kualitas yang kalah tingkat. Maka, kita harus akui. Kemudian, pelan pelan diperbaiki dengan program yang jelas. 

Tanpa pengakuan bahwa kualitas pemain kita kalah dibandingkan pemain Vietnam, maka kita hanya akan terus bersandiwara. Kita akan menjadi pecundang selamanya. 

Kemajuan kita mungkin ada. Tapi bagaimana jika dibandingkan kemajuan lawan? Jangan hanya mengukur dirinya sendiri tanpa pembanding. 

Mari kita belajar dari kekalahan. Karena kekalahan itu hadir untuk belajar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun