Tulisan ini saya masukkan ke kategori politik, karena kurikulum sudah bukan kategori edukasi atau pendidikan. Jika admin memindahkan tulisan ini ke kategori edukasi, ya harap dimaklumi saja, karena kebodohan kadang sulit dibungkam.Â
Mengapa kurikulum menjadi persoalan politik?Â
Karena kurikulum akan berganti ketika orientasi politik sang menteri pendidikan berubah. Memang benar kalau akhir akhir beredar sanggahan terhadap ungkapan pelecehan bahwa ganti menteri akan ganti kurikulum juga. Mereka menunjukkan ada beberapa menteri yang tidak mengganti kurikulum. Karena mereka memang politik nya sama. Berbeda jika berbeda.Â
Maka, saya lebih senang menamakan kurikulum baru yang disebut kurikulum merdeka atau kurikulum prototipe sebagai kurikulum Nadiem. Karena tak akan ada kurikulum baru itu jika menterinya bukan Nadiem.Â
Kurikulum Nadiem pasti lebih berpihak pada pemikiran politik Nadiem. Â Karena Nadiem politik nya Pancasila maka, Pancasila ada di depan. Yaitu profil pelajar negeri ini sebagai prlajar Pancasila.Â
Setiap pelatihan kurikulum baru, selalu kurikulum lama dijelek jelekin. Bahkan kadang hanya berisi kecacatan. Materi ini biasanya ada di awal penataran. Sebuah perbandingan antara kurikulum baru dengan kurikulum lama.Â
Sebetulnya cuma sebuah upaya pembenaran bahwa apa yang dilakukan pemerintah dengan mengganti kurikulum tidak mungkin ditunda lagi. Permainan politik kan?Â
Kurikulum 2013 juga sudah tidak sesuai lagi. Sudah terlalu banyak daftar cacatnya. Maka kurikulum Nadiem datang sebagai penyelamat.Â
Sepuluh tahun lagi. Ini tentu tentang paling lama. Bisa jadi, akan berganti pada 2025, setelah terpilih presiden bari. Tentu dengan menteri pendidikan yang baru pula.Â