Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

JHT: Cermin Negara Perampok?

13 Februari 2022   07:55 Diperbarui: 13 Februari 2022   08:20 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara mengelola uang milik negara saja harus diawasi. Eh, malah pengawasnya sekarang dilumpuhkan. UU KPK yang baru bisa menjadi rujukan. 

Kekuasaan cenderung korup. Maka DPR menjadi mata rakyat untuk terus mengawasi para pemilik kekuasaan. Jangan sampai senjata dan tameng yang dibeli dengan uang negara malah dipergunakan untuk mengepung rakyatnya sendiri. Kasus Wadas dapat menjadi tempat ngopi dalam persoalan ini. 

Hidup enaknya memang berfoya-foya saat masih muda. Kemudian menjadi kaya raya pada saat tua. Akhirnya, pada yaumul akhir dimasukkan dalam surga bersama para bidadari nya. 

Atau, ketika ada seorang putri konglomerat mengisi sebuah acara motivasi, ada celetukan orang yang menjadi pesertanya. "Kehebatan nih tuan putri sebetulnya cuma satu. Mampu dengan baik memilih seorang ayah. Tanpa kerja apa apa, hidupnya langsung kaya sejak dia menarik nafas di dunia".

Sayangnya lebih banyak manusia yang tidak becus memilih orang tua saat dilahirkan, sehingga harus menjadi penghuni sisi sisi rel kereta api. Bahkan baru lahir sudah harus terbebani utang. 

Para pekerja itu juga rata rata orang miskin. Kalau kaya, ngapain jadi buruh segala. Kerja juga gajinya cuma pas dengan UMR. Walaupun UMR nya tidak pas dengan biaya hidupnya. 

Lalu melalui peraturan, pekerja pekerja miskin ini dipunguti uangnya. Atas nama Jaminan Hari Tua (JHT). Siapa pun sebetulnya tidak pernah senang diambil hartanya. Bahkan kewajiban pajak lebih sering dikemplang oleh mereka yang duitnya tak pernah ada matinya. 

Tak apa karena pasti akan dikembalikan kalau pekerja miskin itu sedang butuh.  Negara tidak akan mempersulitnya. Wong bukan uang mereka. Wong, itu semua uang sendiri yang sedang dititipkan. Masa dititipin uang, tapi marah saat uang titipan mau diambil? 

Tapi kemudian aturan berbunyi bahwa uang titipan itu baru boleh diambil pada usia 56 atau setelah pensiun. Tapi itu kan logika jadul? Bekerja dari usia 20 tahun kemudian pensiun pada usia 56 tahun. 

Anak-anak sekarang kan gak gitu. Bisa jadi mereka bekerja pada orang hanya sampai umur 40, terus setelah itu pengin usaha sendiri. Buat modal usaha kan salah satunya dari uang dia yg dititipin ke negara itu? Kalau tak boleh diambil berabe dong. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun