Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada Gus Dur di Wadas

12 Februari 2022   08:24 Diperbarui: 12 Februari 2022   08:27 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada dua tokoh agama yang hadir di Kedung Ombo pada saat Orde Soeharto demikian kuatnya. Ya, ada Gus Dur dan Romo Mangun. 

Dua tokoh agama yang juga tokoh kemanusiaan itu hadir membela air mata yang tumpah di Kedung Ombo. Hati mereka berdua terusik oleh suara isak tangis mereka. 

Semua orang tahu jika Gur Dur juga seorang politikus ulung. Mendirikan PKB pada saat yang tepat. Dan kemudian duduk di istana negara. 

Tapi politik Gus Dur bukan politik murahan seperti ditunjukkan oleh politisi politisi karbitan yang malang melintang di negeri ini saat ini. Politik Gus Dur adalah politik kemanusiaan.  Karena kemanusiaan ada di atas segalanya. 

Tak boleh ada kekerasan di Papua. Gus Dur hadir di Papua bukan sebagai politikus yang haus kekuasaan. Gus Dur hadir di Papua dengan politik kemanusiaan. 

Kemanusiaan adalah bahasa universal. Siapa pun akan menerima bahasa universal itu jika masih memiliki hati yang bersih. Kekotoran hati yang menolak politik kemanusiaan. 

Pembangunan bukan mantra manjur untuk kesejahteraan. Tapi masih banyak kepala kopong yang menjadikan pembangunan sebagai satu satunya mantra menuju kesejahteraan. 

Akhirnya, justru korban korban muncul karena pembangunan yang kehilangan kemanusiaan. Pembangunan adalah piramida di atas darah yang menggenang di bawahnya. 

Oleh karena itu, kita harus betul-betul paham makna pembangunan. Bukan hanya berorientasi pada hasil. Bukan pada bangunan bangunan ikonik belaka. Pembangunan juga harus berprikemanusiaan dalam prosesnya. 

Wadas adalah cermin pembangunan yang kehilangan kemanusiaan nya.  Wadas adalah cermin kecongkakan kekuasan. Semua sudah dibuatkan arahnya oleh penguasa. Rakyat tak boleh bersikap kecuali manut dengan garis yang sudah ditetapkan. 

Padahal, hanya dengan dialog yang berimbang kemanusiaan disajikan dalam sebuah kehidupan. Kalau yang muncul adalah kecongkakan senjata dan kekuasaan, maka kemanusiaan telah dikubur dalam dalam. 

Gus Dur sudah wafat (Allahyarham). Tapi politik kemanusiaan yang digagasnya sudah terlanjur beranak pinak.  Di antaranya dengan anak-anak muda dalam Gusdurian.  Mereka mencoba mewakili Gus Dur untuk tetap menjaga kemanusiaan di mana pun bumi di pijak. 

Suara PBNU pun sudah jelas jejak Gus Dur di situ.  Bukan sebuah upaya melawan negara. Karena kita harus cermat membedakan antara negara dengan kecerobohan perangkat pelaksananya. 

Siapa pun akan dibela. Siapa pun akan didampingi. Bukan hanya yang kontra di wadas tapi juga yang pro di wadas. Tak ada musuh Gus Dur kecuali prilaku yang menghujam kemanusiaan. 

Semoga kemanusiaan sebagai perjuangan akan mampu mengembalikan kemanusiaan kita semua. Tak boleh lagi ada air mata menetes. Tak boleh lagi ada darah bercecer. Tak boleh lagi ada perulangan Kedung Ombo, Wadas atau lainnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun