Soeharto pun Menjadi Tak Ada Apa-apanya

Kalau usiamu baru 30 tahunan, dapat dipastikan kamu tak pernah kenal dengan sosok Soeharto dan kiprahnya di negeri ini. Soeharto lengser karena demi mahasiswa pada tahun 1998 lalu atau 23 tahun yang lalu. Setelah berkuasa 32 tahun. 

Seperti pernah dialami Kompas dan ditulis di Kompas cetak (Kamis, 10 Februari 2022) oleh salah seorang mantan bahwa pada tahun 1978 Kompas pernah tidak terbit. Kenapa tidak terbit? Karena Kompas ditelepon oleh Kopkamtib, sebuah lembaga paling menyeramkan waktu itu, untuk tidak terbit. 

Cukup dengan dering telepon, 6 media langsung dibikin tiarap.  Dan semuanya tidak dapat berbuat apa-apa kecuali diam pasrah. Demikian juga ketika diperbolehkan terbit lagi. Cukup dengan dering telepon. 

Ada istilah "bredel" saat Orde Baru berkuasa. Media yang waktu itu harus memiliki SIUP, harus selalu dag dig dug karena sewaktu-waktu SIUP bisa saja dicabut. Pencabutan SIUP itulah dinamakan "bredel".

Kompas masih untung bisa terbit lagi. Majalah Tempo yang dibredel pada tahun 1994 karena beritanya tentang kapal bekas dari Jerman, tidak bisa terbit lagi hingga Reformasi menggulingkan Orde Baru. 

Waktu itu terasa berat kehidupan pers. Rezim Soeharto begitu kuat dan represif sehingga insan pers harus berhati-hati benar dalam membuat berita. Menyinggung rezim berarti kehilangan hidup. 

Ternyata, kini menjadi tak seberapa. Tak menjadi apa apa. Kini pers justru linglung menghadapi perkembangan zaman. Akhirnya, beberapa media harus gulung tikar tanpa harus dicabut SIUP nya. 

Kondisi sekarang lebih kejam dari rezim Soeharto. Bahkan untuk menjadi seorang wartawan pun sudah banyak yang ogah. Tak ada jaminan hidup. 

Lebih parah lagi, berita berita yang sekarang bermetamorfosis dalam bentuk daring, sering dibuat asal asalan. Mengejar klik menjadi petaka yang begitu kejam.