Sudah berkali-kali dia pengen aku mampir ke rumahnya, tapi aku selalu menolak. Entah kebetulan atau memang kenapa, setiap kali ketemu dia, aku memang sedang dalam perjalanan untuk keperluan yang mendesak.Â
"Mampir? "
Kali ini aku tak berkutik. Tak ada keperluan mendesak yang bisa dijadikan alasan. Dan aku tak mungkin berbohong. Dia pasti akan tahu dari wajahku sendiri jika aku berbohong.Â
"Mmmmm."
"Ayo! "
Tanganku ditariknya. Â Sehingga tak mungkin aku berkelit lagi. Lagian tak apalah sekali sekali.Â
Mungkin kamu belum tahu orang yang kusebut dia itu. Teman sekolah. Dari SD hingga SMP aku dan dia selalu duduk sebangku. Perasaan sudah klop kalo ngobrol dengan dia.Â
Setamat SMP dia tidak meneruskan sekolah. Hanya ada SMA di kota. Dan biayanya memang cukup mahal karena harus kos segala.Â
Dia anak seorang dukun kampung. Bapaknya selalu berhasil menyembuhkan penyakit orang orang kampung yang masih takut kalau harus ketemu dokter. Apalagi kalau ketemu jarum suntiknya.Â
Setelah SMP dan tak sekolah lagi, dia ini kemudian disuruh meneruskan usaha bapaknya. Menjadi dukun.Â