Reformasi negeri ini ternyata juga melahirkan politikus-politikus dadakan. Otak di kepala hanya dipenuhi kepentingan jangka pendek, kepentingan golongan, dan kepentingan dirinya sendiri.Â
Maka, jangan heran jika dalam waktu yang tak begitu lama ada dua menteri yang diringkus karena sebab yang sama yaitu:korupsi. Mereka politikus kemarin sore yang tidak pernah terdengar sebelum diangkat menjadi menteri.Â
Ya, jadi wajar jika seorang bupati yang sudah memimpin daerah nya selama dua periode dan tidak bisa mencalonkan diri lagi kemudian mengajukan istrinya. Ketika istrinya sudah dua periode, maka mereka pun mempersiapkan anaknya sebagai pemilik giliran berikutnya.Â
Bukan hanya di sebuah kabupaten di Jawa Timur yang kondisinya seperti itu yaitu suami istri ditangkap KPK karena demokrasi sudah mati. Â Beberapa daerah lain juga terjadi dinasti yang membahayakan demokrasi.Â
Politikus politikus di Senayan juga tidak pernah jelas apa yang dikerjakan nya. Karena undang undang hasil kerja legislasinya pun cuma bisa dihitung dengan jari. Jauh sekali dari rencana awal tahunnya atau prolegnas.Â
Negeri ini jadi sibuk dengan rebutan kekuasaan. Tidak ada partai yang mau menjadi oposisi. Kecuali terpaksa. Bisa dilihat dari PKS yang tak diajak. Juga Demokrat yang sempat berharap.Â
Menjadi oposisi berarti menjadi paria. Tidak punya pendapatan apa apa. Sehingga isu yang dimunculkan kaum oposisi pun isu receh cuma demi mengganggu pemerintah belaka.Â
Kalau sudah seperti ini, wajar jika bangsa ini merindukan politikus yang berkebangsaan. Misalnya saja kita merindukan tokoh seperti Muhammad Hatta. Tokoh bangsa ini yang memang terkenal bersih hingga akhir hayatnya.Â
Ketika Senayan menjadi ajang pamer kekayaan, maka seorang Muhammad Hatta tidak bisa membeli sepasang sepatu. Â Sebuah kontras yang terjadi bukan hanya dalam bentuk fisik akan tetapi lebih beda jauh dalam sikap mental.Â