Kontroversi paling akhir, walaupun kemungkinan akan muncul lebih banyak kontroversi, adalah pengangkatan mantan terpidana korupsi sebagai seorang komisaris BUMN. Â Wajar jika pertanyaan terus ditujukan kepada Erick Tohir yang pernah melontarkan kehendak mempertamakan akhlak dalam proses seleksi di kementeriannya.Â
Sudah menjadi rahasia umum yang menjijikkan ketika kementerian yang satu ini menjadi ajang balas budi pemerintah terhadap pendukungnya pada saat pemilu. Seolah-olah kekayaan negara cuma sebagai bancakan para utusan partai partai demi kepentingan partai politik itu sendiri.Â
Sudah seharusnya, dalam pemilihan para pengelola kekayaan negara mengedepankan profesionalisme tanpa tapi. Â Siapa pun bisa menjadi salah satu bagian kementerian ini asal profesional. Boleh dari partai asal profesional.Â
Tak ada istilah utusan partai. Dipaksakan oleh partai. Mengabdi kepada partai. Dan membuat semua urusan berakhir runyam.Â
Banyak orang di negeri ini yang memiliki akhlak tinggi. Kalau memang hendak mempertamakan akhlak, semua rakyat negeri ini setuju. Tapi, bagaimana bisa mantan terpidana korupsi?Â
Seorang rektor akhirnya harus mundur karena desakan dari netizen yang resek. Bagaimana jika netizen tidak resek terhadap pelanggaran statuta sebuah perguruan tinggi? Â
Sebetulnya, pertanyaan lebih dalam ditujukan kepada Erick Tohir yang belum mampu menjaga gawang agar tetap terjaga akhlak di bawah tanggungjawab nya.Â
Kekayaan negara di kementerian BUMN memang sangat memesona siapa pun. Dari garong, rampok, hingga maling kere pasti semua akan tersedot matanya melihat kekayaan itu.Â
Dan kekayaan negara harusnya untuk sepenuh penuhnya kesejahteraan warga bangsa. Masa muncul sindiran bahwa warga miskin dan anak terlantar malah dipelihara oleh Kitabisa?Â