Pernah terbersit keinginan salah satu anak menjadi seorang atlet. Apalagi kalau liat mereka sehabis menenangkan kejuaraan. Anggaplah saat ini, Apriyani dan Greysia.Â
Mereka seperti tak bisa mengelak dari ribuan hadiah yang terus terusan mengaliri kebahagiaan hari hari mereka setelah mendapat medali emas Olimpiade Tokyo. Hampir dapat dikatakan, jika semua orang ingin memberikan hadiah untuk Apriyani dan Greysia.Â
Pokoknya, tak ada yang lebih membahagiakan seorang atlet yang melebihi kebahagiaan atlet peraih medali, apalagi di tingkat internasional. Â Semuanya adalah kebahagiaan.Â
Akan tetapi, coba cek nasib para mantan atlet. Misalnya saja nasib mantan petinju paling terkenal di negeri ini saat saya kecil yaitu Elias Pical. Tak ada yang mempedulikan nya. Jangan kan masyarakat, organisasi olahraga, bahkan pemerintah pun seakan tak peduli seorang petinju yang pernah mengharumkan bangsa ini.Â
Ada juga seorang pemain sepak bola nasional. Masih muda. Dia cedera kaki ketika bertanding. Tak bisa main lagi karena cedera tersebut. Dia dibuang begitu saja. Tak ada yang peduli nasibnya yang menyedihkan.Â
Belum lagi mantan mantan atlet lainnya. Mereka yang pernah berjuang bercucuran darah demi prestasi negeri ini. Mereka pernah mengibarkan Sang Saka disaksikan berjuta mata. Namun kemudian nasibnya terlunta-lunta.Â
Negeri ini belum bisa menghargai jasa para mantan atlet berprestasi. Apalagi mereka yang belum berprestasi walaupun sudah mengorbankan hidupnya. Sehingga wajar jika banyak orang tua yang berpikir ulang jika mendengar anaknya ingin berkonsentrasi mengambil jalur yang satu ini sebagai garis hidupnya.Â
Kalau bakat, ribuan bakat ada di bangku bangku sekolah. Tinggal diasah pasti akan mengeluarkan emas dan permata jiwanya.Â
Semoga saja nasib mantan atlet lebih baik lagi. Sehingga orang tua akan dengan bangga melepaskan anaknya mengembangkan sayap impian mereka di dunia olahraga.Â