Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Maling yang Baik

4 Agustus 2021   07:01 Diperbarui: 4 Agustus 2021   07:22 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi juara di aras global tentu sangat sulit. Bukan hanya kekuatan teknis di lapangan yang harus dikuasai. Strategi di luar lapangan juga sangat menentukan. 

Menjadi pencuri bukan cuma kenekadan belaka. Pencuri yang baik, pasti memiliki ilmu yang tinggi. Apalagi saat ini CCTV selalu ada di setiap jengkal bumi saja. 

Apa hubungan ilmu mencuri dengan Olimpiade? 

Strategi pencuri itulah yang harus ditiru. Jika kita tidak menggunakan ilmu pencuri, kita cuma bisa membawa pulang beberapa medali. Bahkan di Olimpiade Rio 2016, bangsa Indonesia tak pulang dengan satu emas pun di tangan. 

Seorang pencuri akan mencuri sesuatu yang penting. Artinya, dalam Olimpiade, kita tak perlu mengirim cabor yang tidak mungkin mendapatkan medali. 

Sekarang ini semuanya bisa diukur. Jadi, untuk apa buang buang biaya hanya untuk sebuah kesia siaan? 

Uang yang cuma sedikit lebih dipergunakan untuk cabang cabang olahraga yang secara hitungan bisa menang. Olimpiade toh bukan sesuatu yang di awang awang, yang datangnya entah kapan. Olimpiade pasti dilaksanakan sebagai even 4 tahunan. 

Seorang pencuri bekerja saat orang terlena. Sering terdengar bahwa banyak altet kita yang malas dan manja. Berlatih hanya sesuai jadwal saja. Ketika yang lain tidur, mereka juga tidur dengan lelapnya. 

Padahal, Olimpiade bukan persaingan antarwarga erte. Persaingan global internasional jelas membutuhkan latihan yang lebih dari sekadar jadwal. Ketika orang tidur, para atlet harusnya tetap terbangun untuk menambah porsi latihan. 

Pecuri menggunakan teknologi. Masa olahraga untuk aras global masih dihitung pakai kalkulator? 

Ukuran dengan teknologi selalu lebih presisi. Maling yang dulu butuh waktu satu jam, sekarang tinggal butuh hitungan detik. Jika untuk Olimpiade menggunakan ilmu pencuri seharusnya olahraga sudah begitu akrab dengan teknologi. Ketika berangkat ke Tokyo, sudah terlihat jelas ada teknologi pendukung yg sudah memberi lampu hijau medali emas dibawa pulang. 

Maling enggan pulang sebelum dapat barang. Tekad kuat yang harus ada di dada para atlet. Mentalitas hidup mati. Karena gagal maling berarti mati. Ketahuan dibunuh, gagal berarti tak makan. 

Yang ada dalam dada cuma kemenangan. Tak ada kata lain. 

Mari kita curi medali lebih banyak lagi di Olimpiade berikutnya. Dengan memakai ilmu maling. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun