Patut dirayakan. Harus sambil ngopi ngopi di warkop, sayang lagi pandemi, jadi cukup dirayakan dengan kopi rumahan. Tentu dengan imbuhan susu murni semurni-murninya.Â
Hari ini tembus juga menjadi fanatik. Sebuah langkah sudah diayunkan. Tapi belum seberapa, terutama jika dibandingkan dengan Pak Tjiptadinata.Â
Menjadi fanatik patut dibanggakan. Berarti tulisan sudah banyak. Itung sampah tulisannya juga sih. Sampah juga berguna kan, paling tidak untuk menunjukkan bahwa yang bukan sampah emang lebih wuapik tenane.Â
Lalu, mau ngapain setelah fanatik?Â
Ah, ya terus berlari jika bisa terus berlari. Cari alasan baru biar lebih enjoy bikin tulisannya. Daripada yang mana tidak enjoy.Â
Pasti semuanya bisa dilalui. Cuma kita ini punya kesabaran atau tidak, gitu ajah. Soalnya, untuk jadi fanatik ajah harus sabar. Walaupun sempat ilang ilangan.Â
Ya, begitulah.Â
Pandemi juga harus dihadapi dengan sabar kan? Nyatanya ketidaksabaran kita beberapa waktu lalu, sekarang hasilnya sedang dipanen. Setiap hari berkali-kali harus denger sirine ambulan. Penanda kematian tak pernah melupakan kita.Â
Yang belum fanatik, semakin rajin nulis ya, biar kita bareng bareng fanatik.Â
Apa sih hebatnya jadi fanatik?Â
Tak bisa diceritakan di sini. Karena kata kata tak sanggup untuk menggambarkan nya. Suer tak kewer kewer!Â