Sebetulnya ini cerita Abu Nawas, tapi sama Kamdi diakui sebagai ceritanya sendiri. Biarin saja, ya?Â
Pagi-pagi, sebelum matahari bersinar dengan baik dan benar, Orang-orang kampungnya Kamdi udah pada duduk duduk di Warkop (kejadian ini terjadi sebelum korona ya). Dan Kamdi juga pagi itu sudah ikutan nongkrong.Â
Peci Kamdi memang agak beda. Warnanya merah. Dan peci merah itu itu cukup lama nongkrong di atas kepala Kamdi. Sebagai buktinya adalah bau peci yang sudah tak bisa dibedakan dengan bau pemakainya.Â
Entah kenapa mendadak Kamdi bangun dari tempat duduknya. Kemudian dia lihat ke dalam peci merahnya. Setelah itu, Kamdi tertawa bahagia. Bahagia sekali. Lebih bahagia dibandingkan saat Yu Saroh menggratiskan satu gelas kopi untuk nya.Â
Orang orang yang sedang pada ngopi pun heran. Saling pandang dalam ketidak mengertian yang begitu nyata.Â
"Apa Kamdi? " tanya Makmun.Â
"Terlihat surga dalam peciku. Memang luar biasa. Ada bidadarinya pula, " jawab Kamdi.Â
"Masa? " kata Makmun berdiri menuju Kamdi.Â
"Maaf, tapi hanya orang beriman saja yang bisa melihatnya, " kata Kamdi.Â
"Coba dulu, " desak Makmun.Â