Anakku tidak sepertiku. Mungkin karena masa remaja ku di kampung. Belum ada televisi kecuali yang hitam putih di kantor kelurahan. Denger radio cuma drama Brama Kumbara.Â
Sementara anakku hidup dan besar di kota Megapolitan. Bukan hanya televisi, youtube juga bukan hal yang sulit untuk diakses.Â
Jika di masa remajaku muncul jerawat tak masalah, maka bagi anakku jerawat ada sebagian dari kiamat yang sangat mencemaskan. Jerawat bagiku cuma tanda bahwa sudah memasuki remaja sebagai usia penuh gejolak. Jerawat bagi anakku menjadi amat penting dan begitu segalanya.Â
Aku sih cuek. Tapi anakku muter muter di dunia maya mencari stategi menghilangkan jerawat agar muka kembali glowing.Â
Anakku korban iklan.Â
Sekarang, bukan lagi urusan muka. Generasi ku sudah berurusan dengan rambut. Ada dua urusan rambut yang cukup intens menjadi perbincangan di kalangan kaum kolonial.Â
Pertama, rambut putih. Selalu saja, jika ketemu teman yang sudah sekian lama tak jumpa selalu muncul sapaan, "Uban lu udah gak keitung? "
Jika dimaknai makan perkataan teman itu akan menjadi, "Tua banget lu! "
Kalau teman lama yang menyapa satu jenis, masih bukan problem. Beda jika teman yang menyapa mantan gebetan. Bagaimana juga jan masih pengen kelihatan keren kayak dulu.Â
Kedua, rambut rontok. Â Beberapa teman seusia memang sudah mulai memiliki jidat lebar atau sering diistilahkan sudah menjadi kabid, kepala bidang.Â