Paling membosankan justru ketika awal masuk kampus. Karena beranggapan bahwa kalau kuliah pasti bisa berbeda pendapat dan berantah bantahan. Seru dan menggairahkan.Â
Tapi, pertama kali menginjakkan kaki di kampus, langsung disambut dengan kegiatan yang dinamakan penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Tak ada yang bisa menghindar kegiatan ini. Akibatnya bisa fatal. Bisa dianggap sebagai "merah".
Seharian duduk mendengarkan orang ceramah tentang Pancasila. Â Sampai bosen mendengarkan orang yang membacakan berkali-kali butir butir apa deh lupa nama lengkap nya.Â
Ada temen yang iseng karena capek mendengarkan ceramah. Dia mengacungkan tangan ingin bertanya. Tapi, malah dimarahi oleh pengisi kegiatan. Bahkan kakak tingkat ikut mencermati temanku yang sedikit berani ini.Â
Ya, begitulah. Selama dua minggu harus tertib. Karena selalu saja ada gertakan jika ingin sedikit kritis.Â
Akhirnya, setelah kuliah dimulai, justru mengkaji Pancasila lebih asyik di kelompok kelompok diskusi yang waktu itu cukup banyak. Hanya saja kelompok diskusi waktu itu seperti kegiatan Kladenstin saja.Â
Sebagai anak muda yang haus ilmu diskusi panas di dalam kelompok diskusi malah membuka wawasan yang selama ini tertutup dan rindu banget untuk dibuka selebar lebarnya. Dan di situlah justru saya menemukan Pancasila.Â
Jadi, penataran model Orba itu sangat kontradiksi. Sehingga sebaiknya tak ada yang bermimpi untuk menhidupkan kembali.Â
Anak anak muda haus banyak hal. Ajak mereka berkelana. Berkeliaran penuh tantangan. Justru kebebasan itulah yang mampu membuat kesadaran bahwa Pancasila memang benar benar rahmat bagi rakyat negeri ini yang tiada taranya.Â