Sudah dua kali aku terpeleset di tangga itu. Anehnya, di tangga itu tidak ada benda yang bisa menjadi petunjuk kepeleset ku wajar. Â Sama tidak ada. Bahkan setetes air pun tak ada.Â
Pertama, ketika aku hendak mengantarkan laporan dari inspektorat. Â Aku tak tahu apa isi laporan itu. Karena, untuk amplop yang satu ini tak boleh dibuka siapa pun.Â
"Langsung bawa masuk. "
"Iya, Pak. "
"Bener! "
Dan amplop itu datang sore hari. Aku segera baik ke ruang bapak. Entah karena terlalu takut, terlalu semangat, atau karena tidak hati hati. Tiba-tiba saja kaki kananku ketarik begitu cepat.Â
Untung tanganku cekatan memegang meja yang entah siapa meletakkan tepat di situ. Tapi tetap saja kakiku terkilir. Dan seminggu harus istirahat.Â
Kedua, ketika aku harus mengantar rombongan dari kementerian yang berkunjung. Mendadak kaki kiriku ketarik begitu cepat sehingga keseimbangan ku langsung kalut. Nyaris jatuh. Untung ada salah satu tamu yang sigap menangkap badanku yang cuma lima puluh kilo ini.Â
"Hati hati. "
"Iya."
Ketika aku kembali melewati tangga itu, aku perhatikan juga tak ada benda apa pun yang bisa menjadi alasan aku terpeleset.