Malam begitu larut, waktu itu. Masih ada sisa gerimis yang mengetuk ngetuk ritmis. Tapi, kampung ku sudah sepi.Â
Aku masih tak bisa tidur, membayangkan penghinaan yang dilakukan Rodiah tadi sore. Ya, tadi sore. Sebelum azan magrib berkumandang.Â
Semua orang tahu, aku sangat mencintai Rodiah. Apa pun kulakukan untuknya selama ini. Cuma pengen ngelihat kebahagiaan Rodiah.Â
"Cinta tak harus memiliki, Gus, " kata Lukman menasihati luka ini.Â
Tapi, tak ada luka yang bisa sembuh oleh sebuah nasihat.Â
"Tidak, Luk. Cinta harus memiliki. Cinta yang tak harus memiliki itu cintanya laki-laki lemah. Dan aku bukan laki-laki seperti itu. "
Entah kenapa, tak tahu. Â Banyak cewek yang secara terang terangan dan secara sembunyi sembunyi menyatakan cintanya padaku, tapi cinta itu tak ada di hatiku untuk mereka. Hatiku serasa cuma milik Rodiah semata.Â
"Tapi Rodiah sudah menolak mu, kan? "
"Masih ada jalan lain. "
Malam ini juga aku akan kunjungi pamanku di kampung sebelah. Man Tarhib. Dukun santet dan dukun pelet tanpa tanding.Â