Malam itu, kira kira pukul 01.30. Â Istriku membangunkan ku perutnya mules. Padahal baru kehamilan tujuh bulan.Â
Aku bangun dan aku antar istriku. Sampai di rumah bidan langsung ditangani dengan sigap oleh bidan piket.Â
"Masih bukaan tiga. "
"Oh, gitu. "
"Bapak tunggu di luar. "
Di luar ruangan hatiku meledak ledak. Sudah sejak istriku menyatakan hamil, hatiku malah tak karuan.Â
"Hati hati. Anakmu bisa cacat. "
Itu yang dikatakan Budi ketika melihatku masih sering keluyuran malam. Maklum, bujangan kalau lagi hasrat mau ke mana lagi mencurahkan nya kalau tidak ke perempuan perempuan yang bisa disewa?Â
Waktu itu aku tak peduli. Apa hubungannya berbuat seenaknya sekarang dengan nasib anak kelak?Â
Sehingga aku semakin terjebak dalam dunia itu cukup lama. Sampai kemudian aku mengenal Marni. Perempuan yang sekarang ada di dalam.Â