Istri dan anak-anakku sudah pulang duluan. Karena saya ada kerjaan kantor yang tak mungkin ditinggalkan, saya pulang belakangan.Â
Kampung istriku di Tegal. Bukan kotanya tapi Tegal kabupaten. Dari Slawi masih ke arah timur lagi. Dari pangkah, masih ke timur lagi. Melewati hutan. Hutan Jatinegara, kata istriku.Â
Mungkin baru sekitar 7 kali saya pulang ke kampungnya. Biasanya kalau lebaran saja. Lucunya, karena lebaran biasanya jalanan macet, walaupun dari Jakarta sudah cabut setelah solat Subuh, tetap saja sampai di sana, di hutan hutan itu, sudah lewat Magrib.Â
Kalau sudah begitu, anak anakku akan beristighfar sepanjang jalan. Sampai hutannya terlewati.Â
"Tidak angker hutan sini mah, " kata istriku setiap menenangkan bocil bocil yang ketakutan.Â
Dan aku pun mengingat kata kata itu dengan tenang.Â
Kali ini aku pulang sehabis Isya. Saya pikir pasti akan cepat karena sudah lewat tol sampai Banjaran. Kalau pun harus tidur di rest area, paling juga cukup sejam.Â
Berangkatlah saya sendirian malam itu. Setelah titip pesan tetangga kiri kanan. Takut ada banjir lagi kayak tahun lalu. Sampai laptop hancur gara gara terendam banjir dan lupa pesan tetangga.Â
"Sudah sampai mana? "Â
"Baru siap berangkat. "