Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Harga Kedelai, Alumni IPB, dan Masa Depan Pertanian Kita

6 Januari 2021   19:26 Diperbarui: 6 Januari 2021   19:38 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedelai saja bikin geger. Emang kita bangsa tempe? 

Ternyata setelah lebih setengah abad negeri ini merdeka, untuk urusan kedelai saja masih impor. Kan memalukan. Terus ngapain aja selama ini? 

Kalau kita pikir pikir secara mendalam, sebetulnya visi pertanian di negeri sudah bagus pada awalnya. Sebagai bukti paling fenomenal adalah keberadaan sebuah perguruan tinggi bernama IPB. 

Institut Pertanian Bogor. Dengan adanya kata "pertanian" di nama perguruan tinggi tersebut bukan sekedar nama. Ada visi panjang ke depan. 

Negeri ini berarti sudah memperhatikan sektor pertanian sebagai sektor penting untuk dikembangkan. Pertanian bukan hanya salah satu sektor dalam pembangunan. Tapi, di pertanian inilah banyak manusia bergantung. 

Perguruan tinggi pertanian tentu bukan untuk mencetak petani biasa. Saya yakin, pada awalnya IPB dibangun untuk membuat pertanian di negeri ini menjadi pertanian modern. Petaninya juga petani modern. Karena petani saja bergelar sarjana. 

Jika IKIP saja kemudian berubah menjadi universitas sehingga kehilangan kelaminnya. Guru yang dihasilkan tetap dikeluhkan masyarakat tingkat keguruan nya, di sisi lain, untuk lulusan non gurunya juga masih belum mampu bersaing dengan alumni perguruan lain. 

Alumni perguruan tinggi pertanian banyak bekerja sebagai bankir. Sehingga orang pun memelesetkan IPB sebagai Institut Perbankan Bogor. Banyak juga yang disinyalir tak bersentuhan dengan pertanian sama sekali. 

Ini kmungkinan juga karena kebijakan pemerintah di bidang pertanian yang tak pernah jelas. Menjadi petani di negeri ini seakan menyerahkan diri pada kemiskinan abadi. Ngapain kuliah susah susah kalau harus menjadi petani miskin? 

Ya, pertanian memang tak ada menarik menariknya. Hanya orang bodoh yang terpaksa banget menggeluti diri menjadi petani. Generasi muda pun berbondong-bondong ke kota berurbanisasi. Persoalan perkotaan pun menumpuk seakan tak pernah berjumpa solusi. 

Pemerintah harus membelokkan arah salah pertanian kita. Kebijakan pemerintah bukan cuma berkutat pada konsumen saja. Beras harus murah karena kalau mahal akan muncul konflik. Akhirnya, petani yang dikorbankan sebagai tumbal kebijakan yang tak bijak dari pemerintah yang tak becus. 

Sudah saatnya pemerintah memperhatikan betul sektor pertanian.  Kalau perlu gabungkan saja kementrian pertanian ke dalam kementrian perdagangan. Sehingga tak akan lagi saling tuding jika ada persoalan seperti kedelai saat ini. 

Masa sih, kita punya perguruan tinggi pertanian yang begitu keren, tapi kedelai saja harus impor? 

Kedelai, IPB, dan pertanian harus memiliki masa depan. Dan pemerintah jangan lagi bingung untuk membela pertanian kita. Jangan demen impor hanya untuk menyenangkan kelompok pencari rente belaka. 

Harus dimulai. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun