Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kamar Kos Plus Plus

25 Desember 2020   08:35 Diperbarui: 25 Desember 2020   08:42 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak kampung diterima kuliah di kota besar tentu membanggakan. Bapakku saja selalu cerita ke mana mana waktu tahu aku diterima kuliah di kota. Dan aku memang orang pertama di kampung ku yang bisa makan bangku kuliahan. 

Tapi, persoalan uang adalah persoalan utama.  Mau tidur di mana di kota? Kalau kos, mau bayar pakai apa? 

Bapakku cuma seorang petani klutuk. Penghidupan nya ya dari segala yang ada di sawah dan di kebun. Sawah, baru empat bulan bisa menghasilkan padi. Itu pun cuma cukup untuk makan keluarga. 

Jadi, waktu datang ke kampus di kota, pertama yang aku survei adalah masjid atau musola dekat kampus. Biasanya, ada yang butuh marbot. Lumayan untuk numpang tidur. 

Ternyata, hampir semua masjid punya marbot. Sementara, beberapa musola tak punya ruang kecil pun untuk marbot. Akhirnya, numpang bareng di masjid yang marbotnya kakak tingkat. 

"Mau kos gratis? " kata salah seorang kakak tingkat ketika aku tanya tentang kos murah meriah. 

"Gratis? " tentu aku heran mendengar ada tempat kos gratis. 

"Tempat kos plus plus, tapinya. "

"Apa maksud nya plus plus? " dibayangku tentang kos cewek. Tapi, aku kan cowok maco? 

"Nanti sore aku ajak kamu ke sana. Dekat kosanku, kok. "

Gak sabar juga pengen liat kos kosan yang ada tambahan nya itu. Aku tungguin kakak tingkatku itu dengan baik dan benar. Takut, kesempatan bagus ini hilang. 

"Ini tempatnya. "

Setelah bincang ke sana kemari, akhirnya, kakak tingkatku itu menyampaikan maksud kedatangan nya ke rumah Pak Erman. 

"Benar? " tanya Pak Erman seakan menginginkan kepastian dariku. 

"Iya, Pak. "

"Sudah dengar ceritanya? "

"Baru dibilang plus plus, sih? "

Ternyata di kamar kos yang pintunya menghadap samping rumah itu dulu pernah ada mahasiswi bunuh diri. Sekitar lima tahun lalu. Dan sejak itu, tak ada mahasiswa berani ngekos di kamar itu. Hingga kini. 

"Kalau masnya berani, silakan saja. Mungkin cuma butuh dibersihkan sedikit. Kalau seprei nanti tinggal minta ke istri saya. "

Dan tanpa pikir panjang apalagi lebar, aku terima tantangan itu. Aku lebih takut kehujanan di luar daripada sama cumt hantu belaka. Apalagi kalo hantunya cewek. Lumayan. Dapat plus beneran. 

"Enak tidurnya? " tanya kakak tingkat ku waktu ketemu di kantin kampus. 

"Pulas, Mas. "

"Ternyata hantunya lebih takut sama kamu. "

Setelah seminggu tidur di kos kosan plus plus memang banyak kejadian aneh. Tapi, aku diamin aja. Paling juga nanti capek sendiri tuh hantu. 

Cuma ada temen yang pernah kemalaman dan ikut numpang tidur di kamar kos kiu langsung kapok. 

"Masa aku merasa ada yang menciumi ku, " ceritanya. 

Namanya juga kos kosan plus plus, kataku cuek saja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun