Ya, benar. Jika untuk membangun sebuah jembatan saja kita memerlukan ahli di bidang tersebut, kenapa kita selama ini menyerahkan persoalan agama kepada orang-orang yang baru bisa membaca alif, ba, ta?Â
Ada kemungkinan penyelewengan program ini menjadi membesarkan otoritarianisme negara. Untuk yang ini, mari kita awasi juga. Dua duanya menjadi hal yang penting.Â
Semoga negeri ini tak lagi diberisiki oleh suara suara kebodohan. Agama sudah menjadi sarana pencerdasan umat.Â
Mereka yang modal ilmu agama cuma sedikit, lebih baik mundur dan pergi mencari profesi lain. Atau kembali lagi ke profesi sebelumnya, walaupun profesi itu sudah tak lagi bisa menghasilkan uang. Yang tadinya motivator ya kembalilah menjadi motivator, tidak usah merasa tahu agama. Yang tadinya cuma seorang sales, kembalilah menjadi sales lagi, tak usah meneruskan menjadi sales agama.Â
Sehingga agama akan menentramkan, bukan menggelisahkan. Agama akan mendamaikan bukan sumber teriakan bising adu domba.Â
Demikian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H