Kau tengok waktu sekali sekali. Sekadar membuat langkahmu tak perlu merasa dikejar oleh bunyi detik pada jam dinding itu.Â
Dan Maria terus saja mengerjakan pekerjaan itu. Seharusnya dia sudah pulang, tapi Maria sekarang masih berjibaku melawan waktu.Â
"Besok sudah siap, kan? "
Maria hanya berani menatap sambil mengangguk walaupun ragu. Â Lalu, Maria seperti berkejaran dengan waktu. Dengan detak detik jam dinding yang tak mungkin berhenti melaksanakan tugas suci itu.Â
Maria. Â Perempuan dari kampung. Hanya tamat SMA. Sma kota kecamatan. Â Walaupun statusnya sekolah negeri, tetap saja cara belajar nya bikin ngeri. Jam sembilan kadang baru mulai. Dan jam sebelas sudah berasa sepi. Bukan gurunya malas mengajar, tapi gurunya memang tak ada. Pak Arifin saja mengajar olahraga, matematika, dan agama. Â Jadi, tak usah tanya materi yang diajarkan. Cukup ikuti saja. Meski sambil ngantuk, tak apa.Â
Dan Maria bermimpi untuk hidup lebih baik. Tapi, nyatanya, ketika sudah bekerja, Maria hanya menghadapi tumpukan pekerjaan. Bukan uang. Bukan impian.Â
"Aku capek, " Kadang Maria mengeluh juga.Â
Ketika ada anak kecil lucu, Maria pengin punya anak seperti itu. Â Tapi, bagaimana punya anak? Pacar saja tak ada yang mau.Â
Sebetulnya, ada cowok yang sering pura pura lupa di ruang tempat Maria bekerja. Â Dan setelah lama dicari selalu tak ter temukannya. Karena cowok itu memang cuma pengin ngelihat lesung pipit yang n nempel di pipi Maria.Â
Maria tahu tapi Maria tak mau cowok miskin. Sudah capek Maria hidup berdampingan dengan kemiskinan. Â Jadi, Maria prngin cowok yang bawa mobil. Mobil tahun 90-an tak apa kok. Â Dan di jakarta, jan tak mungkin ada mobil setua itu.Â