Sebagai bangsa yang beragam, kita harus saling menyapa. Sapaan adalah pengakuan bahwa kita berkoeksistensi. Kita tak sendiri. Kita tidak sedang sendiri.Â
Bersama dalam keberagaman harus menjadi gaya hidup. Bukan hanya mampu memahami tapi sudah menjadi. Â
Prasangka adalah awal dari segala bencana. Prasangka tak pernah punya dasar pijak yang jelas. Prasangka hanya tumbuh dari sikap "pokoknya".Â
Lalu prasangka akan menumbangkan koeksistensi. Â Kita pemilik dan mereka hanya menumpang. Mayoritas harus dihormati. Minoritas harus bisa membawa diri.Â
Sehingga muncul prilaku prilaku menegasi. Â Aku bermasalah karena ada " Yang lain". Maka kebahagiaan ku ketika "yang lain" Sudah tak ada lagi.Â
Tak ada pemilik tunggal negeri ini. Dan kita tahu, Pancasila yang sudah menjadi "kalimatunsawa". Kita harus rawat " Kalimatunsawa "tersebut.Â
Keberagaman adalah kita. Jika akhir akhir ini muncul sikap intoleran, maka kita harus mulai waspada terhadap masa depan negeri kita.Â
Pendidikan harus berada paling depan. Survei karakter yang digagas Mas Menteri Nadiem merupakan harapan awal untuk kembali merawat keberagaman dalam bingkai Pancasila. Â Anak anak muda harus terus memahami keberagaman sebagai sebuah rahmat yang harus dipelihara.Â
Ucapan "Selamat Natal" Adalah sebuah sapaan dalam kehidupan yang beragam. Â Maka, ketika ada yang mengisukan sebagai sesuatu yang dilarang, maka mereka, para penebar isu itu sedang menggerogoti keberagaman hidup bersama.Â
Demikian juga dengan pelarangan salam pembuka pidato. Merupakan prilaku yang salah jalan. Karena mereka sedang menghancurkan jalan masa depan bangsa ini.Â
Mari kita terus rawat keberagaman kehidupan di negeri ini. Dan "Selamat Natal" Untuk sahabat sahabat ku yang beragama Kristen atau Katolik.Â