Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Dasar Garis Keras!

1 Mei 2019   20:24 Diperbarui: 1 Mei 2019   21:03 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di Jawa Barat memang pernah menjadi basis DI/TII. Tak bisa dipungkiri.  Dan DI/TII memang garis keras.  Kenyatannya yang tak bisa ditolak. Demikian juga di Aceh dan Sulawesi Selatan.  Lalu, haruskah kita mengingkari sejarah? 

Kemudian, dalam Prof. Mahfud menganjurkan untuk melakukan rekonsiliasi kepada Pak Presiden Jokowi. Kenapa mereka marah dan menuntut permintaan maaf, bahkan kata kata tak sopan pun berseliweran?  Seperti sebuah kehidupan di planet tanpa nilai nilai moral. 

Di Jawa Tengah juga pernah menjadi basis PKI.  Dan tak perlu orang Jawa Tengah marah marah dan berupaya menelikung sejarah. 

Kita pernah tercabik-cabik.  Iya.  Juga ketika ada pemberontakan PRRI/Permesta.  Tidak berarti tak ada latar belakang yang membuat terjadi hal itu.  Akan tetapi, hal itu sudah menjadi sejarah bangsa.  Sejarah kita bersama. 

Ketika Pemilu 2019, ada pemanfaatan agama untuk kepentingan politik.  Dua duanya.  Hanya saja, paling terlihat jelas dilakukan oleh orang orang yang mengaku sebagai ulama dan bergerombol di belakang capres 02. Tak usah dipungkiri, jika Jokowi pun menjadi terpaksa mengikuti permainan.  Karena Kyai Ma'ruf sendiri, berdasarkan sejarah hidupnya lebih sering bersama para garis keras itu walaupun sebetulnya beliau punya rumah yang lebih luas di NU.  Hanya karena tembok Gus Dur,  maka beberapa rencana Kyai Ma'ruf terpental. 

Dan memang daerah daerah yang dulu basis garis keras ada di kubu  Prabowo. Hal,  yang nyaris sama untuk daerah merah yang condong ke Jokowi. 

NU dan Muhammadiyah yang merupakan garis tengah. Islam wasathiyah yang berada dalam keberimbangan.  

Kuncinya memang sebuah rekonsiliasi.  Dari apa?  Dari perbedaan yang dapat menjurus pertentangan, bahkan pertengkaran.   Negeri ini tak boleh tercabik.  Negeri ini tak boleh berbelok ke kiri atau ke kanan.   

Meminjam istilah Bunga Hatta "Kita harus bisa mendayung di antara dua karang". Walaupun mungkin harus sedikit dimodifikasi menjadi " Kita harus mampu mendayung di antara banyak karang".

Tak usah marah dan rakyat usah sewot jika ada yang menghadirkan fakta menyakitkan di depan kita.   Fakta adalah fakta.  Dan harus dihadapi dengan ketetapan hati. 

Tahukan maksudnya?  Jangan sampai ada yang bilang "Dasar garis keras! ",  diajak  dialog malah ngomong sendiri, semau sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun