Orang paling gila di negeri ini, Â ada di ibukota. Â Orang paling membanggakan juga ada di ibukota. Â Pokoknya, Â di ibukota negara, biasanya terdapat segala yang paling. Â Apalagi orang nomor satu di negeri itu, pasti adanya di ibukota
Mengelola ibukota dengan cara biasa saja, tak akan bisa. Â Preman paling preman gak bisa dihadapi dengan cara biasa. Â Mereka akan tertawa, Â bahkan menghajar balik dengan lebih keras. Â Preman paling preman harus dihadapi dengan cara luar biasa.Â
Persolaan ibukota sudah pasti paling kompleks dibandingkan dengan kota mana pun. Â Harus orang kuat yang bisa mengatasi kompleksitas persoalan di ibukota.Â
Kita pernah punya Ali Sadikin. Â Orang gila yang siap menghajar para preman nya preman yang biasa bermain lunak dan kasar di ibukota. Â Tanpa Ali Sadikin, entah Jakarta masih seperti apa saat ini.Â
Semua orang tahu kegilaan Ali Sadikin. Â Dan semua orang tahu, Â beliau lah yang pas sebagai model kepemimpinan Jakarta. Â Jujur dan tegar. Â Bagai karang yang siap menghadang setiap ombak yang terus menghajarnya gelombang demi gelombang.Â
Gubernur sebelum dan sesudah Ali Sadikin hanyalah gubernur biasa. Â Sehingga kurang greget untuk membawa Jakarta lebih baik. Â Sehingga tak ada prestasi yang bisa dikenangnya.Â
Bahkan kemudian orang Jakarta merasa persoalan Jakarta semakin rumit dan sulit dicari jalan urainya. Â Setiap gubernur cuma bisa berdiri bersama persoalan yang ada.Â
Lalu, Tiba-tiba muncul Ahok. Â Ahok yang dianggap kafir hanya karena teguh memegang prinsip-prinsip kepemimpinan modern. Â Ahok tak bisa ditembus oleh para petualang, bahkan dari partai pengusung nya. Â Sehingga hampir semua petualang kehilangan mata pencaharian sampingan sehingga yang muncul keputus-asaan mereka. Â Dan akhirnya, mereka berjamaah hendak menggusur gubernur yang tak mau dan tak memberi peluang korupsi di wilayahnya.Â
Jakarta mendadak tertib. Â Koruptor jengkel. Â Para petualang anggaran mati kutu. Â Dan mereka menyelinap hendak membalas dendam.Â
Dan mereka bersembunyi di balik agama. Â Tak ada cara lain untuk menghancurkan karang yang kokoh di samping Monas. Â Â
Dan akhirnya, Â Jakarta kembali menjadi ibukota penuh persoalan rumit tanpa alur urai. Â Sehingga muncul kembali wacana pindah ibukota. Â Benarkah pindah ibukota sebagai jalan urai persoalan ibukota?Â