Mbah Suryo bukan Mbah lurus. Mbah Suryo hanya Mbah ponakan. Â Ibuku merupakan keponakan Mbah. Â Dan Mbah Suryo yang tak punya anak, mengambil ibu sebagai anaknya.
Mbah Suryo memang tak mungkin punya anak. Â Mbah Suryo tak pernah sempat menikah. Â Walau hari pernikahannya sudah diambang pintu.
Nasib tak pernah ada yang tahu.
Marini. Â Nama gadis idaman Mbah Suryo. Â Keduanya cinta sehidup semati. Â Dan mereka hampir meraihnya.
Seandainya. Â Tapi hidup tak pernah berjalan di atas pengandaian. Â Hidup punya hidupnya sendiri. Â Dan kita, manusia harus memahami nya.
Pembrontak DI/TII, mungkin kalian kenal hanya dari membaca buku sejarah. Â Aku mengenalnya lebih dari sekadar tulisan buku sejarah. Â Aku mengenal DI/TII dari cerita sendu Mbah Suryo.
Malam perkawinan sudah tiba. Â Dan malam itu pula, terjadi serangan kaum pembrontak DI/TII. Â Mereka membabi buta. Â Rumah Marini yang ramai mempersiapkan perkawinan dibakar habis. Â Marini ada di dalam rumah yang terbakar itu.
Mbah Suryo tak bisa menolong nya. Â Itulah penyesalan yang selalu menghantui nya. Â Dan penyesalan itu yang membuat Mbah Suryo untuk setia membujang hingga akhir hayat nya. Â Dia akan menikahi Marini kelak DI surga nanti.
Kamu tahu, gak?
Mbah Suryo punya surat yang sampai saat ini disimpannya. Â Selalu dijaganya. Â Sebetulnya bukan surat juga. Â Cuma satu kalimat yang ditulis oleh Marini untuknya.
"Dalam Setiap Hurufnya Kulekatkan Lukaku"