Waktu masih sekolah, pasti sama orangtua atau sama guru akan dilarang baca novel atau cerita atu sekadar komik. Â Semua orangtua dan guru atau paling tidak, sebagian besar, menganggap membaca novel, cerita, atau komik adalah pekerjaan sia-sia. Â Pekerjaan tak berguna karena hanya cocok diperuntukkan bagi para pengangguran. Â Dan anak-anak akhirnya menjauhi cerita.
Benarkah membaca novel atau cerita atau komik menjadi sebuah pekerjaan sia-sia?
Tidak! Â Cerita atau novel atau komik adalah sarana paling efektif untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Â Melalui sebuah cerita yang enak, seorang anak akan dibawa berpetualang dan mengalami banyak pengalaman yang mungkin akan sulit dialami di dunia nyata atau dialami sendiri.
Mengapa di dalam kitab suci lebih banyak menggunakan cerita cerita sebagai wahana pembelajaran umat?
Karena cerita memang akan sangat bagus dijadikan sebagai media pembelajaran sikap. Â Dengan sebuah cerita, siapa pun pembacanya, akan belajar banyak hal tentang hidup dan kehidupan.
Negeri ini butuh banyak wirausahawan wirausahawan.
Ada yang mengatakan bahwa wirausahawan di negeri ini terlalu sedikit dari seharusnya tercipta. Â Jumlah penduduk negeri ini sudah di atas 200 juta. Â Jika ada 10 persen muncul sebagai wirausahawan, maka jumlahnya akan terlihat mencengangkan. Â Ada 8 juta wirausahawan. Â Wow, bisa melambung perekonomin negeri ini. Â Karena para wirausahawanlah yang akan dapat meningkatkan perekonomian nasional.
Wirausahawan itu muncul sendiri atau perlu pencetakan?
Tak perlu diperdebatan lagi. Â Karena memang ada orang yang bisa tumbuh sendiri menjadi wirausahawan tangguh. Â Akan tetapi, ada juga potensi-potensi wirausahawan yang masih terselubung dan baru akan terkuak saat melewati sebuah pencetakan. Dan hal kedua ini yang sedang saya bahas dalam tulisan ini.
Bagaimana pencetakan wirausahawan?
Salah satu hal yang sering dilupakan padahal sangat penting dalam membangun mentalitas kewirausahaan adalah cerita anak. Â Cerita anak yang memang jumlahnya tak seberapa, masih belum mampu mengeksplorasi penanaman nilai-nilai kewirausahaan terhadap anak-anak pembacanya. Â Padahal, seorang pengarang cerita anak juga seharusnya ikut terpanggil dalam membangun sikap kewirausahaan dalam cerita-ceritanya. Â Tentu, tidak perlu vulgar. Â Nilai-nilai itu bisa dibungkus rapi dalam cerita dan akan mampu mewujud dalam sikap hidup pembaca.