Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dana Rampokan Parpol

29 Agustus 2017   16:42 Diperbarui: 29 Agustus 2017   22:06 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anak tk. dok pribadi

Sengak bener!

Apa yang terlintas di benak Anda jika disebut kata parpol?  Saya kira akan banyak yang menjawab : PERAMPOK.   Belum juga kelar masalah pansus angket KPK yang ngeselinnya nyampe ubun-ubun, muncul wacana pembangunan gedung baru DPR.  Apa nggak sengak bener tuh!

Belum kelar lagi masalah gedung baru DPR, muncul perpu KPK.  Bener-bener sengak, lagunya!

Terus sebelumnya gimana?  Jangan tanya kejelekan DPR, susah pilih jawabannya.  Jawab ngasal aja bener.  Kan repot, punya wakil ndableg begitu. Terus bagaimana lagi?

Korupsi ktp-el.  korupsi apa lagi yang tak melibatkan anggota DPR, ayo kalau bisa sebutin dapet sepeda.  satu saja.  Pusingkan cari jawabannya. Itulah mereka yang mengaku wakil rakyat tapi gak pernah sejalan dengan rakyat.

Muncul dana parpol.  Bukankah ini perampokan terhadap rakyat yang paling nyata senyata-nyatanya?

Bukan dana bantuan.  Bantuan itu kan bergantung pada yang membantu.  Ini kan mereka sendiri yang maksa agar rakyat menyalurkan uangnya kepada mereka.  kalau gak mau, mereka pasti ngambek.  Terus teriak teriak sebgai pilar demokrasi.

Terus kebrengsekan apa lagi yang akan Engkau perbuat?

Apa mereka belum tahu atau memang pura pura tak tahu dengan kemuakan rakyat yang diwakilinya.  Mereka toh gak kerja apa-apa.  Legislasi aja amburadul.  Antara rencana dengan realisasi kaya bumi dengan langit.

Parpol gak perlu.

Kalau dibilang gitu, mereka marah marah, ngamuk ngamuk gak keruan.  Bukan takut, cuma kasihan saja sebenarnya.  Walau sakit hati ini melihat polahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun