"Setan!" keluh Amin sambil melempar kertas untuk yang ke sekian kalinya.
Sudah berhari-hari Amin ingin menulis puisi. Â Amin bosen dengan tulisan tentang politik yang selama ini ditulisnya. Â Tulisan-tulisan politik Amin sangat cerdas dan berisi. Â Tapi karena banyak berisi kritik, maka banyak yang nyinyirin tulisan politik Amin. Â Bahkan ada yang menjulukinya sebagai Sengkuni.
Lalu, Amin punya ide.
Amin ingin menulis puisi. Â Ingin menulis berdasar nurani. Â Ingin menulis dari dalam jiwa. Â Puisi kan katanya teriakan atau rintihan jiwa. Â hanya orang orang berjiwa halus yang mampu menulis puisi.
Dan Amin merasakan betul susahnya menulis puisi. Â Tak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Â Bahkan Amin pernah meledek penyair yang hanya menuliskan beberapa kata berulang pada puisinya.
"Puisi kok miskin kata!" kata Amin waktu itu.
Tapi Amin sendiri sekarang kebingungan. Â Belum satu puisi pun amampu dilahirkan. Â Padahal sudah dua bulan bersepi sepi di sebuah villa ingin menulis puisi.
Lalu, Amin pun dongkol. Â Di sebuah kertas kosong dia tulis
PUISI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H