Minggu Ketiga: Inspirasi Lagu
Sudah berpuluh-puluh kertas terbuang percuma. Â Hatiku tak juga bisa mengumpulkan kata-kata terbaik untuk cerpenku yang sudah dipesan dan harus dikirim malam ini juga. Â Padahal, aku sudah menyanggupinya. Â Apa sulitnya membuat sebuah cerpen bagi seorang novelis sepertiku ini?
Sayang kesombonganku ini terbongkar sudah. Â Tak ada urusan antara cerpen dengan seorang novelis yang telah melahirkan puluhan novel paling laris di negeri ini. Â Cerpen adalah cerpen. Â Urusan hati. Â Tak mungkin lahir sebuah cerpen dari hati yang gundah.
"Aku tak membutuhkanmu. Â Kalau mau pergi, pergi saja!" Â bentakku pada Gusti Antasari.
Dengan derai air mata, Gusti meninggalkanku. Â Aku telah mencampakkannya. Â Padahal hanya karena urusan kecil. Â Dia lupa memberitahuku kalau kucingku belum dikasih makan.
"Bukan masalah kucing. Â Tapi ini masalah tanggung jawab!" bentakku.
"Iya. Aku kan sudah minta maaf," kata Gusti menghiba.
Aku bergeming. Â Aku biarkan dia pergi. Â Aku biarkan dia meninggalkan luka. Â Luka tepat di jantung kesombonganku. Â Kepergian Gusti betul-betul telah membuat lubang kesepian menganga di hatiku. Â Dan aku tak bisa apa-apa kecuali menyesali kesombonganku itu.
"Iblis...!" umpatku pada diriku sendiri.
Kubanting laptop dan kuinjak-injak hingga remuk. Â Terus kubuka jendela, aku hendak melompatnya. Â Aku tak mungkin mencarimu. Â Aku terlalu sombong untuk itu. Â Lebih mati daripada ...
Berada dipelukanmu
mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta