Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Meng-Indonesiakan Inggris bukan Meng-Inggriskan Indonesia

28 April 2011   02:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:19 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Ada tiga cita-cita yang dikemukan oleh para pemuda Indonesia saat mengumandangkan "Sumpah Pemuda"-nya.  Pertama, mewujudkan satu bangsa, satu tanah air, dan menjunjung bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia.  Memiliki satu tanah air itu sebuah kebanggaan dan sekarang sudah terwujud.  Memiliki satu bangsa, itu juga kebanggaan dan itu juga sudah terwujud.  Sebelum keduanya terwujud melalui proklamasi, ternyata bahasa telah mendahuluinya bahkan ikut mendorong kemerdekaan bangsa ini melalui terwujudnya bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dipergunakan dikehidupan keseharian bangsa ini.

Tak banyak lho, negara yang memiliki bahasa sendiri?

Dari yang sedikit itu, salah satunya adalah Indonesia.  Dan aku bangga terhadap bangsaku karena ini.  Sehingga waktu kuliah aku pilih jurusan bahasa Indonesia.  Maka sekarang aku pun jadi guru bahasa Indonesia.

Ada kesedihanku saat ini, terllau banyak bangsa ini yang sudah mulai kurang bangga terhadap bahasanya.  Mereka minder dengan bahasanya sendiri.  Mereka lebih senang dengan bahasa Inggris.  Menyedihkan!!!!!

Lebih sedihnya lagi, ini terjadi di dunia pendidikan.  Dunia yang akan menjadi cermin masa depan.  Akankah masa depan bahasa Indonesia gulung tikar?  Tidak boleh!  Kita harus memperjuangkan ini sampai darah penghabisan (lebay, ya?).

Pendidikan mulai tidak menghargai UUD, bahkan melecehkannya.  Tentu yang saya maksud adalah para pejabat di Kementerian Pendidikan Nasional.  Karena telah membuat aturan atau kebijakan yang menggusur bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan.  Mereka mewajibkan bahasa Ingris sebagai bahasa pengantar di sekolah RSBI.  Padahal sekolah itu notabene ada di wilayah kedaulatan Indonesia.

Pertanyaannya, apakah pejabat itu tahu kalau kebijakan yang diberlakukannya ini telah melecehkan UUD 45?

Seharusnya mereka tahu itu.  Ataukah disengaja?  Kalau disengaja, harusnya mereka patut untuk dimajukan ke pengadilan karena ini termasuk terorisme bahasa juga.

Mengapa, sekali lagi mengapa para pejabat itu tidak meniru Jepang atau Korea Selatan yang begitu kental nasionalismenya?  Jepang tak pernah luntur dan melunturkan dirinya dengan meremehkan bahasa Jepang di hadapan bahasa Inggris.  Tapi apa yang terjadi?  Jepang tetap maju.  Korea Selatan juga maju.  Belum lagi China yang juga tak mau mengorbankan nasionalisme bahasanya digerogoti oleh para pejabatnya yang minder dan sok Inggris.  China juga maju, bahkan tampil melejit.

Mentalitas pejabat di Kemdiknas harus diperbaiki.  Mereka harus disuntik jiwa nasionalisme kebahasaaannya.  Kembalikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan.  Di mana pun sekolah itu, RSBI kek, reguler kek, yang penting jika sekolah itu masih ada di bumi pertiwi dan dibiayai dari keringat rakyat bangsa ini, maka sekolah tersebut wajib mengamalkan UUD 45 melalui pengajaran yang diantarkan dengan bahasa Indonesia.

Terjemahkanlah banyak buku ke dalam bahasa Indonesia.  Indonesiakan Inggris, jangan Inggriskan Indonesia. Sehingga akan banyak generasi muda bangsa ini yang mampu mengembangkan dirinya menjadi lebih maju dengan tanpa harus minder dan ke-Inggris-inggrisan.  Jati diri tetap Indonesia  walaupun pemikiran melanglang buana, bahkan sampai ke angkasa.

Lebih menyakitkan lagi, kalau saya sebagai guru bahasa Indonesia menjumpai pengumuman dalam bahasa Inggris besar-besar dan di bawahnya ada terjemahan bahasa Indonesianya yang ditulis dengan huruf kecil-kecil nyaris tak terlihat.  Sebegitu parahkan mental nasionalisme bangsa ini?

Maka saya akan selalu menentang kebijakan sekolah atau kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional yang berakibat pada pengerdilan bahasa Indonesia.  Bahasa yang telah diperjuangkan oleh para pendidri bangsa ini dengan susah payah.

Nasionalismeku ada di Bahasa Indonesia.  Mari kita pergunakan dengan baik.  Mari kita rawat warisan ini dengan segenap tenaga dan pikiran.

Kalau kita tak bisa ikut berjuang bersama Sukarno, Hatta, Syahrir, dan Sudirman,  mengapa kita tidak menjaga warisannya saja?  Menjaga warisan merupan perjuangan juga.  Ayo kita lakukan!

Kita pasti bisa!  Apalagi bersama telkomsel. (kutunggu hadiahmu! www.ngarep.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun