Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika Kepala Sekolah Sibuk Utak-atik APBS

7 Mei 2014   21:24 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:45 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi di sekolah sudah mengkhawatirkan.  Kepala sekolah hanya bekerja utak atik APBS.  Tak ada yang tahu, baik guru maupun komite sekolah, tentang APBS.  Hanya kepala sekolah.  Ya, hanya kepala sekolah.  Kenapa?  Karena mereka memang koruptor.  Sehingga selalu curiga kalau ada yang ingin tahu tentang APBS sekolah.

Sekolah-sekolah brengsek pasti dipimpin oleh kepala sekolah brengsek.  Jangankan peduli pada kondisi lingkungan yang ramah anak, untuk sekedar pada peduli sekolah yang berkinerja sehat saja tak ada kemauan para kepala sekolah brengsek ini.

Pernah melihat kamar mandi sekolah?  Ini petunjuk paling pas untuk mengukur kebrengsekan kepala sekolah sebuah institusi pendidikan.  Kamar mandi sekolah tak ada yang higienis.  Tak ada kepala sekolah peduli akan hal ini, kecuali kamar mandi di ruangnya sendiri yang seperti kamar mandi dan ruangan hotel.  Karena ruangan kepala sekolah adalah ruang tempat mereka bersemayam mengutak-atik APBS dengan nyaman.  Jangan bilang kepala sekolah sebagai guru yang mendapat tugas tambahan.  Karena, hampir semua kepala sekolah sudah enggan untuk mengajar di kelas yang panas dan amburadul.  Mereka lebih senang leha-leha di ruangannya yang ber-AC.

Setuju.  Sangat setuju ketika ada peristiwa Renggo (semoga ruhnya diterima disisi Allah dan keluarga disabarkan), kepala sekolah SD09 Makasar yang dipecat.  Karena dia telah lalai untuk membangun sekolah yang ramah anak.  Jangan-jangan si ibu ini menjadi kepala sekolah bukan karena prestasi tapi karena uang pelicin sebagaimana layaknya kepala sekolah yang l,ain juga.

Saya setuju ide Ahok yang akan menghilangkan jabatan lurah dan camat menjadi seorang manajer.  Kepala sekolah juga seharusnya begitu.  Tapi sayang, karena lelang atau seleksi terbuka kepala sekolah baru di tingkat SMA/SMK maka untuki lembaga di pendidikan dasar masih dikuasi oleh monster-monter yang akan menghancurkan pendidikan.

Semoga, dengan seleksi terbuka jabatan kepala sekolah, akan lahir generasi kepala sekolah yang peduli terhadap pendidikan dan subyek didiknya.

Andai saja KPK masuk ke sekolah, pasti tak ada kepala sekolah yang bisa lari dari jeratannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun