Pada pertengahan tahun 2022 dunia digemparkan dengan adanya kabar peperangan antar Rusia dan Ukraina. Pasalnya, Vladimir Putin, Presiden Rusia, melakukan ini untuk tujuan memaksa perubahan di Ukraina. Rusia, ingin kepemimpinan Ukraina diganti menjadi pro Moskow. Putin mengatakan dalam pidatonya, Rusia merencanakan serangan besar di seluruh Ukraina dan bertujuan untuk menggulingkan pemerintah Kyiv dengan cara militer, ujar Direktur Penelitian makro global di Eurasia Group, Henry Rome, dikutip CNBC International.
Pemaksaan Rusia terhadap Ukraina didasari oleh beberapa hal, terutama tentang masalah keamanan dan ketidaksertaan Rusia dalam NATO. Kebijakan NATO yang mewajibkan negara-negara anggotanya memiliki kendali sipil dan demokratis atas angkatan bersenjata mereka, yang mana ini bertentangan dengan struktur kekuasaan vertical Vladimir Putin. Pasalnya, Rusia sangat sensitif tentang berbagi rahasia militernya dengan NATO, terutama soal kekuatan nuklirnya.
Duta Besar Rusia Untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva mengatakan, "Ekspansi NATO yang telah berjalan selama 30 tahun kini infrastrukturnya telah mendekati perbatasan kami". Pada situasi ini, dikhawatirkan, Ukraina hanya digunakan sebagai alat untuk mengorbankan informasi perang terhadap Rusia. Rusia telah berupaya melakukan diplomasi, namun pihak barat terus mengobarkan informasi perang dan menciptakan ketegangan di perbatasan Rusia-Ukraina, yang mana hal ini akan membocorkan rahasia pertahanan Rusia.
Latar Belakang Misi Perdamaian Indonesia terhadap Rusia dan Ukraina
Setelah terdengar berita ini, Indonesia langsung menanggapinya secara cepat yang menggerakan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, untuk mengadakan misi perdamaian terhadap Rusia dan Ukraina setelah menghadiri undangan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 pada 26-28 Juni 2022 di Jerman. Presiden Joko Widodo dijadwalkan hadir di Istana Kremlin untuk bertemu Vladimir Putin pada (30/6/2022). Kunjungan Presiden RI ke Ukraina dan Rusia merupakan wujud amanat konstitusi Indonesia untuk berkontribusi bagi terciptanya perdamaian dunia.
Presiden Jokowi mengatakan "Isu perdamaian dan kemanusiaan selalu menjadi prioritas politik luar negeri Indonesia. Konstitusi Indonesia mengamanatkan agar Indonesia selalu berusaha berkontribusi bagi terciptanya perdamaian dunia. Dalam konteks inilah, saya melakukan kunjungan ke Kyiv dan ke Moskow,"
Terkait dengan hal ini, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwasannya beliau siap menjadi jembatan antara Rusia dan Ukraina. Jokowi mengaku telah menyampaikan pesan Presiden Zelensky kepada Presiden Putin dan ia menyampaikan bahwa ia siap menjadi jembatan kedua belah pihak tersebut.
Dalam misi perdamaian tersebut Presiden Joko Widodo melakukan negosiasi terhadap Presiden Rusia dan Ukraina, pasalnya peperangan ini menimbulkan banyak dampak buruk terhadap negara-negara berkembang lainnya. Berikut beberapa alasan yang disampaikan Presiden RI untuk perdamaian Rusia dan Ukraina:
1. Peperangan membawa dampak buruk bagi sector ekonomi global
Berlarutnya perang berdampak bagi ekonomi global, pasalnya baik Russia maupun Ukraina merupakan pemasok ekonomi yang cukup besar di dunia. Kita ambil contoh Rusia misalkan, Rusia merupakan pemasok bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam, dan batu bara). OECD mengatakan pada Juni 2022, bahwa ada beberapa negara yang memiliki ketergantungan impor kepada Russia. Apabila pemberhentian impor akibat peperangan ini terjadi maka akan berdampak pada penurunan sector ekonomi terutama di bidang energi, transportasi, mineral dan manufaktur logam.
2. Peperangan menyebabkan gangguan di sector non fosil