Mohon tunggu...
Mochamad Rizky Pangestu
Mochamad Rizky Pangestu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Muda

Saya suka menulis, dan ingin berbagi cerita melalui tulisan-tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sederas Hujan Air Mataku

22 Maret 2021   17:59 Diperbarui: 22 Maret 2021   18:08 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

Sejak kemarin, aku mulai gundah, ada hal yang terus mengisi pikiranku.  

Aku adalah siswa. Siswa di ujung tanduk. Dengan setumpuk tugas yang rasanya malas ku kerjakan, juga serangkaian mimpi di depan mata, ya, apalagi kalau bukan kuliah. Melanjutkan studi apalagi ke perguruan tinggi negeri favorit menjadi mimpi setiap siswa. Banyak jalan yang bisa dilalui, banyak cara yang bisa ditempuh untuk bisa masuk ke perguruan tinggi tersebut. Ada SNMPTN, SBMPTN, dan jalur mandiri. 

SNMPTN, tentunya sudah pasti mengacu pada prestasi. Yang masuk pun tidak sembarangan. Hanya beberapa siswa saja itupun sesuai rekomendasri dari sekolah. Belum lagi, akreditasi sekolah yang turut mempengaruhi kuota siswa yang bisa masuk SNMPTN. Membuat para siswa terkadang kecil nyali dan tak berharap lebih dengan jalur yang satu ini.

SBMPTN, ini jadi alternatif. Tidak masuk SNMPTN, masih bisa ikut SBMPTN. Memang, SBMPTN ini mengharuskan siswa ikut tes atau dikenal dengan nama UTBK. Para siswa tentunya harus belajar lebih keras, menguasai materi-materi yang bersangkutan dengan UTBK itu. Tak sedikit siswa yang ikut, cita-cita mereka tinggi, ingin menjadi sarjana di perguruan tinggi negeri.

Ya, pilihan terakhir, ini ketika kedua-duanya tidak lolos. Yah, bagi siswa yang tetap  ingin kuliah, tidak masuk SNMPTN, tidak lulus SBMPTN, tidak patah semangat, ditunjang ekonomi yang mumpuni, apa susahnya tinggal masuk saja jalur mandiri. Tapi, banyak pula asa terenti, bagi mereka yang sulit ekonomi, ketika takdir tidak mengijinkannya masuk SNMPTN dan SBMPTN yang tentu bisa menjadi peluang mendapat beasiswa, membantu meringankan biayanya untuk terus sekolah.

Aku pun sama, punya mimpi dan cita-cita. Ingin aku melanjutkan studi setelah lulus dari SMA ini. Sekolah tak tinggal diam, sejak tahun lalu sudah banyak diinfokan pada para siswa tentang bagaimana melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Aku sangat antusias. Aku akan menjadi pendaftar pertama gumamku dalam hati, padahal pembuatan akunnya pun masih beberapa bulan lagi.

Oh ya, sebelum mendaftar SNMPTN dan yang lainnya. KIta diminta membuat akun LTMPT. Dengan akun itulah kita bisa daftar perguruan tinggi dengan ketiga jalur tadi.

Aku pun berangan. Sesekali berbincang dengan kawan, nanti mau dafatar ke universitas mana? UNPAD. Jawabku lantang. Ingin sekali aku bisa lolos dan menjadi mahasiswa di sana. Jurusan apa? SASTRA INDONESIA. Jawabku bangga. Meski sesekali aku menyadari, aku anak Ipa tapi memilih mata kuliah anak Ips. Aku terus berharap dan berharap, kian hari kian pasti, jika ditanya macam tadi, aku selalu jawab dengan pasti. 

Namun, dalam rasa bangga itu, aku tetap sadar diri. Aku tahu sampai dimana kemampuanku. Aku pun sudah meniatkan, aku akan masuk SBMPTN saja. Jangan berharap lebih! kataku jika tiba-tiba anganku melayang tentang SNMPTN. Aku mulai mencari-cari beragam materi, mencoba soal-soal UTBK tahun lalu. Aku giat sekali berlatih.

Aku lintas jurusan. Kataku dalam hati. Saat aku mulai membuka materi tentang UTBK. Mulai dari ekonomi hingga sejarah, perlahan aku pelajari, meski naytanya tak semua aku pahami. Ya, kenapa aku ambil sastra? Seketika aku bertanya lagi pada diriku sendiri. Lalu, aku ingat lagi kalau aku sangat suka menulis, bisa beberapa puisi aku tulis dalam satu hari. Aku ingin belajar lebih, menjadi penulis yang tidak sembarang menulis, dengan kuliah di sastra, aku bisa memperdalam ilmu tentang kebahasaan.

Aku semangat lagi. Seringkali aku berbagi cerita dengan teman yang lain. Kita sama-sama saling menyemangati, berkhayal ketika sudah sama-sama menjadi mahasiswa nanti. Ya, indah memang. Berkhayal tentang masa depan yang indah, tersenyum sendiri, membayangkan jikalau itu benar-benar terjadi.  Begitulah, aku dengan semangatku mengejar mimpiku.

Tiba saatnya. Pembuatan akun sudah dibuka. Aku semangat sekali. Bahkan dari jauh-jauh hari aku persiapkan. Aku ingat terus tanggalnya. Perlu di foto! Aku segera ke studio, mengambil potret dengan harap yang terus mengembang. Akhirnya, aku mulai membuka websitenya, mengisi data dan sukses! aku berhasil membuat akunnya. Tinggal menunggu tanggal pendaftaran SBMPTN saja, oh ternyata masih sangat lama. Kataku tenang.

Ternyata, aku daftar di hari pertama. Raji sekali, kata teman-temanku. Aku terkekeh. Mungkin karena aku terlalu bersemangat, akhirnya akuu menjadi terburu-buru. Tapi, tak apalah, lebih cepat lebih baik, kataku bangga.

Hari-hari berikutnya, aku masih tetap dengan semangat yang menggebu, meski tugas sekolah pun kian numpuk. Aku tetap belajar untuk lulus dari sekolah, dan lolos masuk univeristas. Ah.. aku terlena, terbakar  semangat dan terobsesi akan mimpi.

Hingga pada suatu hari. Diberitahukanlah, jika SNMPTN diberikan pada siswa pilihan sekolah. Untuk sekolah yang akreditasi A memiliki peluang mendaftarakan 80 siswa terbaiknya. Tentunya banyak siswa yang berharap masuk. Begitupun aku. Tapi, segera aku tepis, jangan berharap terlalu tinggi. Lagi-lagi aku begitu. Aku tak mau jika aku menangis dan kecewa nantinya, karena terlalu berharap tinggi.

Tak lama, sekolah memberikan daftar nama siswa yang berhak masuk SNMPTN. Sekolahku akreditasinya A, sudah pasti 80 siswa masuk di dalamnya. Di grup whatsapp, daftar namanya dibagikan, dalam bentul file excel. Kenapa tidak diumumkan di sekolah? Bagaiama bisa, sistuasi pandemi. Bahkan aku sudah dirumahkan sejak april setahun yang lalu.

Aku tak berharap lebih akan SNMPTN itu, bahkan aku pun malas membuka filenya. Sudah pasti namaku tidak masuk di dalamnya. Kataku berburuk sangka. Berhari-hari temanku ramai bertanya. Kamu masuk tidak? Kamu masuk tidak? Ah, malas sekali aku menjawabnya. Lagipula aku memang tidak tahu dan tidak berharap masuk juga. 

Hingga temanku yang begitu penasarannya, membuka file itu, dan tak disangka, ia menemukan namaku di sana! Oh, aku tak pernah berharap bisa masuk. Tapi, ya aku bersykur, senang sekali. Berkali aku ucapkan terima kasih pada Illahi. Aku terlena lagi.

Gegara SNMPTN itu, aku mulai meninggalkan SBMPTN. Aku mulai percaya diri pada SNMPTN. Bukankah dulu aku paling tak berharap akan SNMPTN? ya, tapi kali ini aku kembali terbakar semangat dan mimpi baru. Aku akan lulus SNMPTN! kataku yakin.

Berbagai syarat ku penuhi, ah... aku seperti melayang tertiup angin. Aku mengkhayal lagi, tersenyum sendiri lagi, membayangkan apa yang akan terjadi nanti, indah nian, namaku dinyatakan lulus SNMPTN.

Aku betul-betul percaya kini. Dibarengi dengan do'a tak henti, aku terus bermimpi. Aku pasti lolos! Pasti! Pasti!

Di sisi lain, aku menyadari bahwa tak selamanya kuasa Illahi berbuah manis, adakalanya takdir berkata lain, tak jarang membuat kita menangis. Tapi ego lebih kuat menguasai diri, naluri tetap menolak kesadaran itu, dan aku tetap keras dalam keyakinan pasti lolos! 

Banyak orang mendukungku. Memuji semangatku dan keyakinanku. Tapi, lagi, manusia tak pernah terlepas dari dua sisi. Gagal dan berhasil. Dan harusnya aku juga menyadari akan kegagalan yang bisa dan pasti saja hadir. Tapi, aku tidak.

Hingga harinyalah tiba, sudah sejak kemarin aku tak tenang. Tak sabar menanti keputusannya. Apakah aku lolos atau tidak. Meski dalam hati aku tetap bersikeras. Lolos!

Pukul 15.00 sesuai jadwal, siapa saja yang lolos SNMPTN itu diumumkan di akun resmi LTMPT juga di webiste mirror lain untuk menjaga adanya gangguan di portal resmi LTMPT.

Detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, aku nanti. Makin dekat makin tak karuan rasa di hati. Gemetar. Aku terus berdoa, semoga takdir  baik berpihak padaku.

Suasana di luar mulai redup. Sendu sekali. Padahal biasanya pukul segini masih ada sinar mentari yang masuk ke jendela kamar. Tapi, ini tidak.

Aku buka handphone, membuka website yang sudah ditentukan dan sudah aku hafal betul. Aku masukkan nomor pendaftaran, dengan bibir yang tak henti berdoa, begitu juga hati berdoa dan makin tak tentu rasa. Jantung kian berdegup kencang. Dan......... Hatiku layu seketika. Ketika warna latar merah bertuliskan TIDAK LOLOS itu benar-benar ada di depan mataku.

Aku bagaikan awan yang sejak dulu menimbun air hujan. Dan kini, turunlah air itu, deras sekali. Aku harap tangis bahagia, namun nyatanya, aku tangis luka dan kecewa.

Seiring derainya air mataku, rintik hujan mulai berjatuhan, kian lama kian deras, sederas hujannya air mataku.

Mengapa takdir berat nian? Aku mengutuk nasib. Bukankah aku yang terlalu berharap? Aku balik bertanya. Ya, aku sadari aku terlalu tinggi harapan  padahal di awal, aku tidak berharap sama sekali. Dan jika sudah begini, ya, aku rapuh, luluh dan hancur.

Menangis lagi, hujani wajahku, derasnya hujan senja ini, seolah menemani tangis haruku, kian deras basahi bumi, sederas hujan air mataku, membasahi pipi, jatuh ke jari-jariku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun