[caption id="attachment_110447" align="aligncenter" width="680" caption="Khrisna Pabicahara sedang memberikan arahan pada para relawan"][/caption]
Mengundang penuh takzim siapa saja yang perduli terhadap masa depan sastra, dengan hadir #klipingmassal #koinsastra di #PDSHBJassin
Kata-kata tersebut terus diujarkan Khrisna kepada masyarakat luas lewat akun jejaring sosial Twitternya @ Khrisnabichara
Suara gerakan guntingdan sesekali canda gurau para relawan yang memecahkan kesunyian di lobi Pusat Dokumen Sastra (PDS) HB Jassin, para relawan yang kebanyakan diisi oleh para mahasiswa dan penulis yang peduli akan kesusastraan di Indonesia menjalankan tugasnya, mengkliping koran Koran kuno, tentu ada sosok yang mendalangi dan mengajak para relawan untuk terlibat dam peduli pada masa depan peradaban bangsa, terdengar sangat klise tapi itulah yang terjadi sekarang ini, di saat terancam ditutup nya PDS HB Jassin, salah satu pusat dokumen dokumen sastra terbesar dan terlengkap di Indonesia. Ialah Khrisna Pabichara, 36 tahun, sudah sekitar 3 bulan aktif sebagai koordinator gerakan #koinsastra.
“Ada banyak yang bisa kita lakukan untuk bangsa dan Negara ini, tapi pikiran dan perhitungan kerap membatasi. #klipingmassal misalnya, kadang kita anggap sepele, tapi dampak nya akan sangat besar bagi kesusastran Indonesia “ tutur pria kelahiran Makassar, 10 November 1975 ini menjelaskan dengan senyum ramahnya.
Kecintaannya akan sastra tidak lepas dari kecintaanya menulis, berawal dari seorang wartawan Koran lokal di Makassar untuk bidang ekonomi , ia terus mengeksplore kemampuan nya menulis , buku pertamanya 12 Rahasia Pembelajar Cemerlang (2007),dan buku kumpulan cerpennya, Mengawini Ibu (2010)
Aset yang terlupakan
Sejak pertama kali didirikan 1977, PDS HB Jassin benar-benar menggantungkan dana rutin dari Pemprov DKI Jakarta. “Kalau memang PDS HB Jassin dianggap sebagai asset Negara, seharusnya pemerintah ikut memikirkan nasib asset nya,” ujar Khrisna yang juga seorang penyair. Terbengkalainya PDS HB Jassin menunjukan ketidakpedulian Negara terhadap kebudayaan sastra di Tanah Air. Buku dan dokumen tertulis selama ini tidak dianggap sebagai asset penting yang berfungsi menjaga peradaban bangsa.
Saat ini Khrisna dan para relawan aktif telah sukses mengumpulkan 250-an relawan baru yang siap membantu dan berkontribusi dengan mengkliping baik sacara massal maupun kliping harian yang diadakan di lobi PDS HB Jassin secara bergilir dan sukarela.
Hanya dengan imbuan secara terus menerus dan continue lah gerakan ini akan terus berjalan terus hingga cita-cita digitalisasi dokumen-dokumen di PDS HB Jassin dapat tercapai.Usaha membangkitkan kesadaran terhadap kesusastraan, tidak hanya bergerak ketika sudah ada kasus seperti PDS HB Jassin, tapi juga pusat-pusat dokumntasi lain, ada baiknya pemerintah selaku pemegang kendali dari pusat mendorong pihak swasta untuk tertarik membantu kasus seperti ini dengan memberikan insentif, seperti keringanan pajak atau dengan cara kreatif lainnya.
“PDS HB Jassin istana kekayaan sastra modern Indonesia. Koleksiknya banyak yang langka dan tak ditemukan di tempat lain.” Ujar Khrisna, akan sangat disayangkan jika PDS benar akan ditutup jika hanya dikarenakan ketamakan pemerintah yang tidak memperdulikan nasib anak cucu mereka yang akan sulit mencari jejak-jejak sejarah peradaban sastra di Negara ini, dan Indonesia akan masuk kedalam kategori Negara tanpa sastra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H