Mohon tunggu...
Mochamad Farhan Haryono
Mochamad Farhan Haryono Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Hanya seorang mahasiswa dan pekerja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Lebih Dalam Pelecehan Seksual di Ranah Politik

27 Maret 2023   20:47 Diperbarui: 27 Maret 2023   20:55 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia tidak luput dari kasus pelecehan seksual yang terjadi di dalamnya. Berbagai kasus pelecehan seksual telah terungkap di media sosial dan juga di media massa, dan seringkali melibatkan pejabat publik, tokoh agama, dan juga selebritas.

Pelecehan seksual adalah perilaku yang tidak diinginkan yang mengandung unsur seksual atau berhubungan dengan seksualitas seseorang. Pelecehan seksual dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk perilaku fisik seperti sentuhan yang tidak diinginkan, kekerasan atau pemaksaan seksual, perilaku verbal seperti pelecehan atau komentar yang merendahkan, atau perilaku nonverbal seperti sindiran seksual atau ketertarikan seksual yang tidak diinginkan.

Pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk di tempat kerja, di sekolah, di masyarakat atau bahkan di rumah. Pelecehan seksual dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan emosional seseorang, meningkatkan risiko gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tanda-tanda pelecehan seksual dan melaporkannya ketika terjadi, untuk mencegah konsekuensi yang lebih buruk dan memastikan bahwa pelaku bertanggung jawab atas perilakunya.

Pelecehan seksual adalah tindakan tidak etis yang sangat merugikan korbannya, dan saat terjadi di ranah politik, dampaknya bisa lebih luas lagi. Kasus pelecehan seksual dalam politik seringkali melibatkan pejabat publik, baik mereka yang terpilih maupun yang tidak terpilih, dan kadang-kadang dapat mempengaruhi hasil pemilihan, kredibilitas pemerintah, serta kepercayaan publik terhadap institusi politik.

Memperjuangkan hak politik bagi semua warga negara, termasuk laki-laki dan perempuan. Namun, dalam praktiknya, terdapat banyak hambatan dan diskriminasi terhadap partisipasi politik perempuan, sehingga kepentingan dan perspektif mereka seringkali diabaikan dalam pengambilan keputusan politik. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan dan memperhitungkan perspektif gender dalam pembuatan kebijakan politik. Demokrasi yang sejati harus menghormati hak dan kepentingan semua warga negara, tanpa terkecuali.

Kasus pelecehan seksual yang melibatkan politikus dapat menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga politik dan membuat orang menjadi skeptis terhadap integritas dan etika para pejabat publik. Selain itu, kasus-kasus ini seringkali juga menciptakan konflik internal di partai politik dan organisasi yang terkait. Karena itu, penting bagi para politikus dan pemimpin politik untuk menunjukkan integritas dan moralitas yang tinggi, serta untuk memberikan tindakan tegas terhadap setiap bentuk pelecehan seksual yang terjadi dalam ranah politik. Kita harus menciptakan sebuah lingkungan yang aman dan menghargai hak asasi manusia dan martabat setiap individu, dan para politikus harus menjadi teladan dalam menciptakan lingkungan tersebut.

Pelecehan terhadap perempuan di bidang politik bukan hanya sekadar tindakan individual, tetapi merupakan bagian dari budaya patriarki yang kuat dalam masyarakat. Budaya patriarki mengakui ketidaksetaraan gender dan memposisikan perempuan sebagai objek kekuasaan laki-laki, sehingga perempuan tidak diizinkan untuk berpartisipasi secara penuh dalam pengambilan keputusan masyarakat. Hal ini mencerminkan ketidakadilan gender yang sering kali mengakibatkan perempuan menjadi korban dalam sistem sosial politik yang tidak memperhatikan hak-hak perempuan. Oleh karena itu, diperlukan perubahan budaya dan sistem politik yang lebih inklusif dan memperhitungkan kepentingan perempuan, agar tercipta ruang politik yang menghormati hak semua warga negara, tanpa terkecuali.

Masalah utama dari kasus ini, Kasus pelecehan seksual di ranah pemerintahan kerap kali ditutup-tutupi. Dalam kasus seperti ini, seringkali terjadi ketidakseimbangan kekuasaan dimana orang yang dihadapi memiliki relasi kuasa yang lebih besar daripada orang yang melawannya. Mayoritas korban tidak berani melaporkan dan kasus-kasus pelecehan seringkali disembunyikan oleh instansi terkait. Untuk menangani kasus pelecehan seksual, Komnas Perempuan merekomendasikan agar pemerintah membuat peraturan khusus yang menjelaskan SOP, seperti membentuk tim investigasi, melaporkan pelaku ke kepolisian, dan memberikan pendampingan psikologi kepada korban.

Korban pelecehan seksual di lingkungan pemerintahan dapat mengalami dampak yang cukup serius dan merugikan, antara lain:

  • Trauma dan stres pasca trauma
  • Korban pelecehan seksual dapat mengalami tekanan emosional yang cukup besar, yang dapat mengakibatkan trauma dan stres pasca trauma. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik korban.
  • Gangguan psikologis
  • Korban pelecehan seksual dapat mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, dan gangguan tidur. Dalam beberapa kasus, gangguan ini dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
  • Kerugian finansial
  • Korban pelecehan seksual dapat mengalami kerugian finansial karena harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan dan pemulihan kesehatan. Selain itu, korban juga dapat mengalami kerugian finansial karena harus berhenti bekerja atau kehilangan kesempatan untuk meningkatkan karirnya.
  • Stigmatisasi dan diskriminasi
  • Korban pelecehan seksual di lingkungan pemerintahan dapat mengalami stigmatisasi dan diskriminasi dari lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat memperburuk kondisi psikologis korban dan membuatnya sulit untuk pulih.
  • Hilangnya rasa percaya diri
  • Korban pelecehan seksual dapat kehilangan rasa percaya diri dan harga diri, yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya secara keseluruhan. Hal ini juga dapat membuat korban sulit untuk memulai kembali kehidupannya setelah mengalami kejadian traumatis.

Dampak yang dialami oleh korban pelecehan seksual di lingkungan pemerintahan sangat serius dan berdampak jangka panjang pada kesehatan mental dan fisiknya. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan dan perlindungan bagi korban untuk membantu mereka pulih dari kejadian traumatis tersebut.

Kurangnya seks edukasi bisa menjadi salah satu faktor penyebab maraknya kasus pelecehan seksual. Banyak orang yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai seksualitas dan bagaimana berperilaku dengan tepat dalam situasi yang berhubungan dengan seksualitas. Hal ini dapat menyebabkan orang mudah terjebak dalam situasi yang merugikan dan bahkan berujung pada tindakan pelecehan seksual. Selain itu, kurangnya seks edukasi juga dapat menyebabkan orang tidak memiliki pemahaman yang memadai mengenai consent atau persetujuan dalam berhubungan seksual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun