Mohon tunggu...
mochamadalfan
mochamadalfan Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar dan Pengajar

Pendidik, pembelajar, peneliti, pebisnis, pengabdi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Terpenjara di Negeri Orang, Anak Migran Tak Punya Akses Pendidikan

15 November 2022   15:39 Diperbarui: 15 November 2022   16:31 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negeri jiran Malaysia adalah ladang basah bagi pekerja migran Indonesia untuk mencari cuan, penghidupan yang diharapkan dapat memberikan ekonomi lebih baik, itu artinya kesejahteraan dalam negeri kita sedang tidak baik-baik saja. Jumlah TKI di Malaysia sudah banyak sekali, data yang ada sejauh ini menunjukkan sekitar 1730 juta orang (https://www.solopos.com) namun yang tidak terdata tentu masih banyak jumlahnhnya. bagi yang tidak pernah berkunjung ke Malaysia, bertemu dengan para TKI disana mungkin akan yakin dengan data yang biasa di rilis oleh pemerintah, namun fakta yang ada banyak sekali saudara-saudara kita yang ada di Malaysia tidak memiliki dokumen resmi, dokemen yang tak lagi di urusi sehingga membuat mereka mengadu nasib di negeri jiran dalam serba ketakutan, maen kucing-kucingan dengan para petugas, ya kalau selamat terlepas dari kejaran syukur tapi bagi yang tertangkap maka nasibnya tinggal menunggu hari untuk di deportasi. 

Nasib menjadi pekerja tidak berdokumen lengkap menjadi masalah yang berefek domino, bagaimana tidak ketika saudara kita mengadu nasib di negeri jiran tak sedikit diantara mereka membawa keluarga dari Indonesia, atau bahkan menemukan keluarga disana dengan mencari pasangan hidup yang ditemukan ditempat kerja, sehingga mereka berkeluarga dengan tidak mempunyai dokumen resmi pernikahan. 

Menikah di Indonesia dengan cara tidak resmi (siri)  saja mendapat banyak masalah seperti tidak dapat mengurus bantuan-bantuan, tidak mendapat KK yang menyebabkan anak-anak mereka suatu saat nanti susah mendapatkan sekolah, atau bahkan ketika hendak mendaftarkan anak lanjut pendidikan menjadi polri atau tentara atau kuliah akan mengalami kesulitan apabila tidak mempunyai dokumen resmi seperti KK dan KTP, terlebih era saat ini segala kepentingan rata-rata menggunakan data yang terhubung dengan pusat data pemerintah. 

Di dalam negeri kita saja mempunyai banyak masalah ketika dokumen-dokumen itu tidak lengkap, bagaimana hidup di luar negeri dengan tidak mempunyai dokumen yang jelas dan resmi? bisa kebayang... begitu sulitnya hidup dengan cara seperti itu, ketika sakit tidak bisa mendaftar di rumah sakit, mau melahirkan tidak berani ke rumah sakit hanya mengadalkan bantuan bidan atau orang yang yang punya kemampuan, ketika mempunyai anak, maka tidak akan bisa menyekolahkan anak disekolah-sekolah tertentu karena tidak ada dokumen yang jelas, resmi dan lengkap.

Salah satu yang menjadi keprihatinan penulis selama berada disana dengan melihat kondisi tersebut adalah pendidikan anak-anak bangsa yang terbengkalai menjadikan negeri kita ini secara tidak langsung telah menciptakan pembodohan yang sistematis, dan menjadi lebih malu lagi kondisi tersebut berada di rumah orang lain. dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh pengurus salah satu ormas Indonesia, Sekolah Indonesia Kuala lumpur, dan KBRI perkiraan anak-anak bangsa Indonesia yang tak bisa mendapat akses pendidikan berjumlah lebih dari 10.000 anak, rata-rata mereka mempunyai kemampuan dibawah rata-rata, kemampuan baca tulis dan hitung yang tak semestinya pada umur mereka, bahkan tidak sedikit jumlahnya yang tak bisa sama sekali. Dapat dibayangkan kehidupan anak-anak bangsa ini berada di lingkungan metropolitan dengan teknologi canggih, berbelanja sudah banyak menggunakan uang elektrokin dan meninggalkan cash, namun mereka tak bisa membaca, menulis dan menghitung. 

Melihat kondisi ini para pekerja migran Indonesia melalui ormas-ormas yang ada membentuk beberapa sekolah yang disebut dengan Sanggar Bimbingan (SB), diharapkan dengan adanya SB ini dapat memberikan solusi alternatif, memberikan wadah bagi anak-anak bangsa untuk dapat belajar, namun lagi-lagi tak sedikit para murid dan walinya tak bisa merasakan ketenangan terkait dengan dokumen yang mereka miliki, sehingga terkadang ketika pak polisi itu lewat di depan SB semu wali dan muridnya masuk sekolah, sambil berdoa mudah-mudahan pak polisi itu tak masuk ke SB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun