Mohon tunggu...
Mochamad Soleh
Mochamad Soleh Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta

Salam Budaya,Lestari Budayaku. Langkah kecil dalam rangka menjaga dan melestarikan Budaya Khusus di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Wayang "Cantrik" Punokawan Morgan

1 Januari 2024   21:07 Diperbarui: 1 Januari 2024   21:13 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wayang "Cantrik", Karya: Sagio

Cantrik merupakan  punakawan morgan, adapun yang termasuk punakawan morgan selain cantrik terdapat cangik dan limbuk yang kehadirannya dalam wayang kulit purwa cukup penting. 

Sebab dalam cerita wayang selalu didapati adegan pertapaan (percabaan) yang sangat erat hubungannya dengan cantrik. Tokoh ini muncul sebagai pengiring para pendeta atau Begawan, baik berwujud satria maupun raksasa. 

Cantrik merupakan penggambaran tokoh masyarakat yang sedang menuntut ilmu di suatu perguruan atau percabaan yang pada saat itu menggunakan system pengajaran yang disebut paguron. Dalam system itu semua murid juga menjadi anggota keluarga yang berfungsi sebagai pelayan dan pengasuh.

Cantrik ditampilkan dengan roman muka yang gembira dengan mata pecicilan, kiyipan dan plelengan, berhidung nelik atau sumpel, bermulut sunthi atau sumpel dengan kumis tipis kadang berjenggot dan berjambang. 

Tubuhnya Ngropoh, perut buncit dengan rompi warna gelap. Posisi kaki dengan pocong dhagelan dengan motif kambil secukil. Ia memakai kethu (topi), kadang memakai klambi, selendang, gelang dhagelan, dengan jari-jari tangan nuding (menunjuk) dan megar menyandang badik (semacam sabit).

Cantrik jarang diceritakan secara khusus tetapi sebagai pengiring dalam adegan percabaan atau pertapaan. Tetapi hanya ada satu tokoh cantrik yang bernama Janaloka yang memiliki cerita khusus. Janaloka diceritakan dalam sebuah lakon "Pergiwa-Pergiwati". 

Tokoh ini menggambarkan seorang yang memiliki keinginan, namun tidak melihat kekuatan yang dimilikinya dan merupakan penggambaran dari abdi yang tidak setia atau sering disebut dengan istilah pagar makan tanaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun