Pada Kurikulum 2013, guru dituntut sebagai fasilitator yang bertugas merangsang atau memberikan stimulus, membantu peserta didik untuk mau belajar sendiri dan merumuskan pengertiannya, sedangkan peran siswa adalah aktif dalam belajar dan mencerna pelajaran. Sejalan dengan itu, Poerwati dan Amri (2013) mengemukakan bahwa dalam Kurikulum 2013, guru diharapkan menggunakan berbagai macam metode belajar yang memungkinkan siswa untuk melatih berpikir, mentradisikan aktivitas kreatif, mengembangkan kemerdekaan berpikir, mengeluarkan ide, menumbuhkan kenikmatan bekerja sama sehingga guru dituntut menyediakan beragam kegiatan pembelajaran yang berimplikasi pada beragamnya pengalaman belajar agar siswa dapat mengembangkan kompetensinya secara mandiri.
Sehingga dengan demikian, sebagai seorang pendidik sudah seharusnya melakukan perencanaan pembelajaran yang lebih matang sebelum mengaplikasikannya di dalam kelas. Penyusunan rencana pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi siswa yang ada di kelas, selain itu juga harus memperhatikan keadaan sekitar sekolah dalam rangka guru mampu mengemas pembelajaran yang berlatar dan berfokus pada kehidupan siswa itu sendiri. Dengan adanya rencana pembelajaran yang matang, maka diharapkan guru dapat melaksanakan pembelajaran yang mampu mendorong dan merangsang siswa untuk mau terlibat aktif dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga siswa mampu diajak untuk berpikir aktif dalam membangun dan mengembangkan kemampuannya dalam berkreativitas dan berinovasi dalam pembelajaran yang dipelajarinya.
Keaktifan, kreativitas dan inovasi siswa dalam pembelajaran pun menjadi salah satu target utama guru dalam melakukan penilaian terhadap siswa. Karena dalam Kurikulum 2013, guru tidak hanya menilai siswa secara kognitifnya saja, melainkan penilaian juga dilakukan pada aspek sikap dan keterampilan siswa saat mengikuti pembelajaran di kelas. Sehingga kemampuan siswa tidak hanya dilihat dan dinilai dari aspek kemampuannya secara pengetahuan, tetapi juga secara kreativitas, inovasi bahkan sikap serta akhlak siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah.
Banyaknya problematika kurikulum 2013 di salah satu lembaga bahwa Problematika Guru Dalam Menerapkan Kurikulum 2013 di  MI Al-Azizul Jabbar Kertosari Kabupaten jember, belum maksimal dikarenakan adanya problematika, bukan hanya dari pihak guru, termasuk juga siswa, sekolah dan juga lingkungan diantaranya, guru tidak paham dengan adanya kurikulum 2013, guru tidak paham dengan proses penilaian sikap, guru tidak siap dengan perubahan, guru juga tidak memahami sistem penilaian keterampilan dan pengetahuan, kegagalan guru dalam mencerna kurikulum baru merupakan awal mula kegagalan baru dalam proses belajar mengajar. Karena guru merupakan tombak utama dalam mentransfer pengetahuan. Maka, pelatihan terhadap guru untuk setiap perubahan dalam kurikulum baru atau pengembangannya adalah bagian dari proses yang tidak boleh dilewatkan.
Sedangkan dari pihak siswa tidak sedikit yang merasa tertekan dengan pembelajaran kurikulum 2013 karena dituntut untuk belajar mandiri dengan memanfaatkan setiap potensi yang ada seperti buku dan beberapa media teknologi yang tersedia. Tidak jarang siswa yang tidak terbiasa dengan metode pembelajaran yang demikian memilih menyerah daripada berjuang untuk belajar. Selain itu berkaitan dengan teknologi, siswa yang menggunakan smartphone tentu lebih suka  menggunakannya untuk bermain game dari pada untuk belajar.
Fasilitas sekolah juga ikut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, adanya ruangan yang memadai yang disertai dengan proyektor dan media pembelajaran K13 yang mendukung. Ketiadaan fasilitas seperti media praktik untuk siswa, proyektor dan media lain untuk menunjang kurikulum K13 di MI Al-Azizul Jabbar Kertosari yang masih dalam keterbatasan media tersebut.
Selain itu, masalah yang timbul dari kurikulum K13 adalah faktor lingkungan yang tidak mendukung karena tidak banyak wali murid yang tidak paham dengan kurikulum K13. Keterkbatasan ini semakin mempersulit kurikulum K13 untuk dapat dicerna. Selain itu adanya kesibukan orang tua untuk mendampingi siswa semakin mempersulit proses belajar. Kebanyakan masyarakat sekitar MI Kertosari bekerja sebagai petani, dan ibu dari siswa bekerja sebagai buruh yang bekerja dari pagi hingga sore.
Permasalahan yang ditemukan dalam temuan penelitian di atas, sejalan dengan pendapat Suryadi (2013) yang mengatakan bahwa peleburan beberapa mata pelajaran akan menimbulkan masalah terutama terkait keberadaan guru yang gaptek dalam hal IT dan juga  ketika mata pelajaran dileburkan dan integrasikan, banyak guru yang sulit dalam mengaplikasikan kurikulum 2013, dan juga para siswa dalam proses pembelajaran Di samping itu, apa yang disebut pendekatan tematik integratif ini diakui banyak pihak sangat memberatkan guru. Begitu juga dengan pedoman kolaborasi kontekstual dan praktek yang tidak dirincikan dalam implementasi kurikulum 2013. Ini akan berpotensi merugikan siswa dan membingungkan guru. Sejalan dengan itu, Iskandar (2013) melalui kunjungan kerjanya ke Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan menemukan bahwa para guru baru memahami kulitnya saja dan belum menguasai isi Kurikulum 2013 sehingga memberatkan siswa dan membingungkan guru. peserta didik agar dapat terus mengembangkan dirinya. Ballantine (Sonhadji, 2013) mengamati bahwa kelemahan dalam keterampilan dasar (membaca, menulis, dan matematika) serta kurangnya persiapan membawa peserta didik pada risiko ketika memasuki dunia pendidikan.
Kurang optimalnya guru dalam melakukan manajemen kelas juga berakibat pada kurang terciptanya kondisi dan situasi belajar yang kondusif serta menyenangkan yang memungkinkan kegiatan belajar mengajar bisa berjalan dengan baik sesuai perencanaan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran. Hasil penjelasan di atas sangat bertolak belakang dengan yang diungkapkan oleh Sagala (2012) bahwa kondisi proses belajar mengajar yang berlangsung optimal harus direncanakan dan diusahakan oleh guru secara sengaja agar dapat dihindarkan dari kondisi dan situasi yang merugikan/mengganggu jalannya proses pembelajaran di dalam kelas. Keberhasilan guru dalam mengelola kelas dengan baik juga dapat terlihat dari tingkat keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran yang diberikan guru.
Sehingga sependapat dengan yang diungkapkan oleh Hasibuan (Sagala, 2012), jika pengaturan kondisi pendukung belajar dapat dikerjakan secara optimal, maka proses belajar mengajar pun akan berlangsung secara optimal pula. Selain manajemen kelas yang baik, seorang guru juga senantiasa melakukan hubungan komunikasi yang baik dengan para orangtua siswa. Hal ini dilakukan agar orangtua memiliki kepedulian terhadap pendidikan dan perkembangan anaknya di sekolah. Kurangnya dukungan dan motivasi dari orangtua terhadap perkembangan anak di sekolah yang berakibat pada kurangnya rasa memiliki dan tanggung jawab yang dimiliki orangtua terhadap pendidikan dan perkembangan anak di sekolah.